Mengulur

Dengan kerja menonton lalu menulis laporan apa yang ditonton, ternyata menurut peserta memiliki kerumitan tersendiri. Tidak semua peserta dapat menjelaskan secara tertulis dengan baik. Ketika diskusi, ada yang mampu bercerita isi apa yang ditonton, bahkan …

Dengan kerja menonton lalu menulis laporan apa yang ditonton, ternyata menurut peserta memiliki kerumitan tersendiri. Tidak semua peserta dapat menjelaskan secara tertulis dengan baik. Ketika diskusi, ada yang mampu bercerita isi apa yang ditonton, bahkan sampai seberapa durasi tontonan tersebut.

Kondisi semacam ini, tentu sudah saya prediksi. Maka mengembangkan konsep ini dalam kelas menulis, menjadi hal yang menarik. Bagaimana seseorang dapat menjaga ritme dari apa yang ditontonnya, untuk kemudian disampaikan kepada orang yang lain lagi.

Bahkan dalam kelas kuliah, ada mahasiswa yang sebenarnya memiliki rekaman yang lebih baik. mereka mampu menjelaskan tontotan durasi panjang, secara detail –walau isinya berliuk-liuk.

Saya ingatkan dengan kondisi bahagia yang harus dirasakan dengan baik sepanjang waktu. Bagaimana kemampuan mereka yang mengingat lalu bercerita dengan lisan, idealnya juga harus mampu dilaksanakan dengan tulisn. Mereka bercerita dengan baik melalui jalur tulis. Dan kemampuan ini tentu saja tidak dimiliki semua orang.

Begitulah saya membayangkan dalam menulis. Pengalaman saya selama ini juga demikian. Tidak bisa berbuat apa-apa saat sesuatu mengganggu pikiran. Makanya seseorang yang ingin menulis secara sehat, selain memperkuat stamina, maka sehatkanlah jiwa terlebih dahulu. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk menyehatkan jiwa ini adalah membahagiakan diri sendiri dan orang-orang sekitar.

Tidak mudah mencapai bahagia, karena ia tidak ditentukan oleh kedudukan, jabatan, maupun harta. Tidak selalu orang yang memiliki semua fasilitas, merasakan bahagia pada saat itu. Bahagia bisa diperoleh siapa saja. Tidak terbatas.

Apa yang mesti Anda lakukan saat mau menulis? Berbahagialah! Siapkan diri dan orang-orang sekitar untuk bahagia. Dengan tesis fisik selalu berelasi dengan jiwa, maka stamina selalu harus didukung oleh bagaimana jiwa kita. Dan bahagia ini tidak bisa ditipu. Orang-orang yang merasa penting bahagia, maka ketika mau menulis, ia akan mempersiapkan diri menyambut bahagia itu. Baru melakukan proses menulis untuk menghasilkan karya-karya.

Jika demikian, apakah Anda masih belum percaya bahwa bahagia, sangat menentukan gelora semangat dalam melakukan apapun? Termasuk dalam menulis. Karya-karya orang yang berbahagia, berbeda dengan mereka yang berkarya dalam kondisi tidak bahagia. Andai dengan rasa bahagia, memungkinkan kita melakukan apapun, mengapa tidak menjadikan alasan itu untuk kita menyiapkan rasa bahagia itu dengan segera, sebelum menulis.

Jika Anda percaya, mari kita lakukan dengan penuh rasa bahagia.

Leave a Comment