Menulis

Orang yang sudah biasa melakukan sesuatu, tidak rumit menyelesaikan. Tidak seperti yang kita bayangkan, setelah melihat apa yang mereka lakukan. Kebutuhan yang kita pikirkan rumit, ternyata bagi mereka biasa saja. Sebaliknya, sesuatu yang biasa kita …

Orang yang sudah biasa melakukan sesuatu, tidak rumit menyelesaikan. Tidak seperti yang kita bayangkan, setelah melihat apa yang mereka lakukan. Kebutuhan yang kita pikirkan rumit, ternyata bagi mereka biasa saja. Sebaliknya, sesuatu yang biasa kita lakukan, bagi orang lain bisa jadi lebih rumit.

Kebetulan saya suka menulis, maka aktivitas ini bagi saya sebagai sesuatu yang biasa saja. Saya menyadari ada dua hal dalam menulis, yakni substansi dan teknis. Untuk soal teknis, karena saya sudah biasa melakukannya, maka mudah saya lakukan. Soal isi, lain lagi. Apa yang saya tulis bisa saya masih lemah dari segi substansi. Yang ingin saya sampaikan adalah menulis sesuatu itu memungkinkan saya melakukan sepanjang waktu.

Begitulah yang saya bayangkan. Mereka yang melihat orang-orang menulis seperti saya, sebagian berpikir betapa rumitnya aktivitas saya ini. Mereka mengaku tidak bisa melakukannya sepanjang waktu, sehingga kalau ada tugas menulis, baik dalam dunia kerja maupun pendidikan, mereka mengaku mengalami kesulitan.

Lupakanlah bagaimana semua proses itu diperdebatkan. Saya ingin fokus ke masalah yang ingin saya sampaikan. Secara sederhana, orang yang sudah terbiasa, tidak serumit yang kita pikirkan. Saya dan teman-teman pernah berpikir rumit, yang ternyata bagi mereka yang sudah terbiasa, hal itu biasa-biasa saja.

Ceritanya suatu kali, ada momentum tertentu, saya dengan beberapa orang yang kebetulan ada di kampung, berinisiatif untuk melakukan pertemuan dengan berbagai pihak. Pertemuan ini sebenarnya silaturrahmi, dimana mengunjungi masing-masing rumah, membutuhkan waktu yang tidak sedikit, sementara orang-orang rantau umumnya memiliki waktu yang terbatas. Lantas, pertemuan ini pula digunakan untuk membahas berbagai persoalan lain, terutama terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Disebabkan rencana pertemuan yang tidak bisa diprogramkan dari awal, maka berbagai persiapan pun harus dilakukan dalam waktu yang singkat tersebut. Salah satu hal penting yang harus dipersiapkan adalah juadah untuk sekedar bagi peserta pertemuan. Bagi saya orang yang tidak berada di kampung, juadah itu sangat penting dan memikirkan proses penyediannya, pada waktu yang terdesak, sangat rumit yang saya pikirkan.

Untuk ini, kami saling memberi saran. Ada yang mengusulkan makanan dibeli saja di toko makanan. Tetapi makan jenis apa yang dijual itu. Ada pula yang menyarankan untuk membuat makanan khusus yang ada nuansa momentum tertentu. Makanya kami berkesimpulan makanan tersebut yang kiranya menjadi pilihan, konon lagi dalam pertemuan ada beberapa orang rantau yang ingin merasakan kampung secara utuh.

Memikirkan juadah ala kampung ini, pada saat kondisi tertentu, bukan masalah sederhana. Begitu yang saya pikirkan. Apalagi orang yang berpikir tentang rumitnya makanan kita. berbagai makanan yang sepertinya dibuat secara bersahaja. Makanan khas yang terhidang di tempat kita, rasanya membutuhkan energi ekstra untuk bisa diwujudkan. Untuk satu jenis makanan saja, membutuhkan banyak bahan, yang bahan tersebut tidak semuanya tersedia langsung di pasar, melainkan harus dicari terlebih dahulu. Timphan, satu jenis makanan di sini. Apalagi dengan memakai pucuk daun pisang jenis tertentu. Ada jenis makanan tertentu, daun pisang tidak bisa digunakan sembarangan, karena akan berimbas kepada rasanya. Ada jenisnya. Sehingga harus dipesan secara khusus pada orang tertentu.

Ketika persoalan ini saya ungkapkan kepada orang kampung, masalah ini sepertinya sangat mudah bagi mereka. Kami disarankan untuk menjumpai seseorang yang berprofesi membuat makanan khusus. Kami pun ke sana dan hal yang ditanyakan mereka juga sederhana, kapan harus selesai dan untuk berapa buah. Setelah kami serahkan uang dan keperluan, saya lihat ia menghubungi orang tertentu, yang tidak berapa lama sudah sampai mengantar yang dia butuhkan, pucuk daun pisang. Ia juga dibantu suaminya yang dengan sigap mencari berbagai bahan lainnya yang dibutuhkan. Sesuai janji, sebelum siang, juadah yang kami pesan sudah diantar ke rumah. Pertanyaan menjadi lain: kok seperti tidak rumit.

Sekiranya kita pikir-pikir, orang yang memang melakukan sesuatu yang sudah menjadi pekerjaannya, yang rumit kita pikir, bagi mereka mungkin tidak rumit. Yang rumit adalah ketika ada pekerjaan kita berikan kepada orang yang kita kenal, tetapi belum tentu ia menguasainya. Ketika ada uang, kita dengan mudah menunjuk orang untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya ada orang yang berprofesi pekerjaan tersebut. Ketika melupakan orang-orang ini, maka pekerjaan, semuanya sepertinya menjadi lebih rumit.

Leave a Comment