Orang tua, setidaknya melalui pengalaman saya, mengingatkan bahwa menyambung hubungan persaudaraan itu, dalam sekali maknanya. Mudah rezeki dan panjang umur, salah salah satunya. Orang-orang yang memiliki banyak hubungan baik, menjadi investasi yang tidak ternilai harganya.
Ironisnya orang cenderung melihat konteks rezeki itu hanya melalui materi. Banyak orang yang tidak terhitung kemudahan yang didapat, berdasarkan pilihan ini, seolah dilupakan sebagai rezeki.
Begitulah. Saya ingin bercerita kenalan. Orang yang saya kenal satu ini, mobilitasnya sangat tinggi. Seorang pengusaha. Jarang sekali berjumpa dengan bertatap muka. Umumnya saling menyapa hanya lewat telepon saja. Selebihnya, jarang. Ketemu juga paling dalam tiga bulan sekali. Itu paling cepat. Dia punya kesibukan, saya juga punya kesibukan.
Ketika sesekali pulang pun, tidak selalu ketemu karena bisa jadi, agenda saya pulang, sedang dia memiliki agenda untuk pergi. Pengusaha yang memiliki koneksi di banyak tempat. Berusaha dalam beberapa bidang sekaligus. Tidak hanya fokus satu bidang saja. Apabila waktu pas, ia juga bertarung untuk mendapatkan proyek pemerintah, namun ketika lawan-lawan lebih tangguh, ia lalu banting setir sementara. Setelah semua normal, lalu kembali lagi. Begitulah selalu.
Saat ini, ia sedang berkelana kemana-mana. Ia mengaku sulit untuk mendapatkan proyek yang sebenarnya ribuan pertahun. Bukan apa-apa, terlalu banyak yang harus dikeluarkan, untuk berbagai kepentingan. Akhirnya, ia memilih jalan lain, membina jaringan ke sejumlah kota dan negara tetangga untuk bisnis kecil: membuat buah tangan dari daun pandan.
Dengan bentuknya yang unik, ia menawarkan ke berbagai temannya di beberapa kota. Dalam kesibukan itu, ia juga membawa pulang berbagai corak batik. Ia menikmati kegiatan dari satu kota ke kota lain, barang di satu tempat dibawa berdasarkan order ke tempat lain.
Dengan aktivitas demikian, wajar mobilitasnya tinggi. Dari segi pendapatan, ia bukan orang yang berpendapatan luar biasa. Boleh dikata hanya pas-pasan saja. Keuntungan yang bergabung, sedikit dari sini dan sedikit dari sana. Dengan jumlah itu ia merasa nyaman. Kreativitas ini pula yang membuatnya banyak menginjak kaki di banyak kota –sesuatu yang sebelumnya jarang. Kegiatan ini pula membuatnya semakin banyak teman, malah ada teman yang sudah jarang berkomunikasi, menjadi ada alasan untuk saling bertemu. Terutama teman-teman kuliah.
Ada satu yang menarik dari orang ini, adalah tidak melupakan tetangga ketika pulang. Walau hanya beberapa hari, ia sempatkan datang kanan kiri. Bahkan bila ada tetangga yang hajatan atau ada yang sakit, ia khususkan untuk datang. Dengan rajin ia lakukan hal demikian, membuat posisinya dalam masyarakat dianggap penting. Padahal ketika berkunjung, ia hanya membawa buah tangan seadanya. Sepertinya masalah bukan di sana. Orang menyukai kita itu bukan karena kita sering memberikan sesuatu kepada orang lain. Ada sesuatu yang melebihi dari pemberian. Ini yang sepertinya dimiliki teman saya itu.
Resep demikian rupanya ia praktikkan dari pengalaman orang tuanya. Dulu ia sering dibawa ke banyak tempat. Dari orang tua ia menjadi lebih memahami makna tali silaturrahim yang sangat penting. Sehingga pergi ke manapun atau pulang kapan pun, selalu berkomunikasi dengan masyarakat sekitar, dengan tetangga. Orang yang paling dekat dengan kita adalah tetangga. Dengan resep demikian, tetangganya merasa selalu diperhatikan. Mereka merasa dianggap ada dan bagi mereka itu yang melebihi dari segalanya.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.