Banyak orang yang tidak mampu menerjemahkan bahkan merumuskan tujuan hidupnya. Orang begitu mudah mengakhiri hidup, karena mengira hidup itu soal sederhana, lalu saat ada masalah, lalu memilih jalan pintas. Mereka yang melakukan sesuatu sekehendak hati, dan hal-hal yang melawan nurani.
Orang yang mampu merumuskan tujuan hidup, akan memiliki pegangan setelah arah dalam kehidupannya berhasil ditentukan. Untuk mencapai tujuan, ada berbagai proses, dan untuk menjaga proses itu, konsisten juga paling penting dijaga.
Ada hal yang tidak boleh dilupakan ketika kita mempersiapkan rencana hidup, adalah pegangan. Sesuatu yang menjadi pedoman hidup dan penuntun langkah bagi semua orang. Umat Islam memiliki al-Quran sebagai pegangan dan pedoman. Kemudian ada Hadis Rasul yang memperjelas. Keduanya menuntun manusia dalam semua aspek. Tidak sebagai pada aspek tertentu saja. Apa yang disebut dengan kebahagiaan, akan dicapai oleh manusia dengan menjadikan al-Quran dan Hadis sebagai pedoman. Tidak akan mendapat kebahagiaan sekiranya manusia menjadikan sesuatu yang lain sebagai pedoman hidupnya. Sementara kebahagiaan adalah puncak keinginan dari hidup semua orang.
Sebagian kita ada yang berpikir seolah kebahagiaan itu diraih dengan bermodal uang yang banyak. Dalam kenyataan, orang-orang yang banyak uang, tidak juga bahagia. Orang-orang yang oleh manusia dipandang sebagai hidup yang mapan, akhir hidup kerap tragis dan tak masuk akal. Orang yang memiliki banyak uang, hanya sedikit yang menggunakan uangnya untuk mencapai kebahagiaan yang abadi. Selebihnya banyak menggunakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang semu. Bedanya harus dimaknai dan direnungi, tidak bisa dilihat sekilas pintas. Seperti orang yang diakhir semester hanya berharap nilai mata kuliah yang bagus, akan tetapi tidak mau mempersiapkannya dengan bersahaja. Akhirnya yang dilakukan dengan mencontek.
Banyak orang yang memilih jalan pintas ketika keinginan bahagia semu itu tercapai. Melakukan suap-menyuap ketika ada sedikit kuasa. Lalu ketika hasil uang demikian didapat, digunakan untuk memperoleh kebahagiaan semu yang lain. Kita baru tersadar ketika mendapatkan ada orang yang kita anggap mapan, ternyata berselimak masalah dalam hidupnya. Atau seorang terhormat, yang tiba-tiba ditangkap dengan cara yang hina.
Dengan demikian, dari awal harus sudah disadari bahwa nilai tinggi itu sangat penting untuk diraih, namun melakukannya dengan cara yang lurus dan benar juga sama pentingnya. Sama seperti doa, bahwa kita berharap ada petunjuk mengenai sesuatu itu baik atau buruk, namun pada saat yang sama, kita juga berharap adanya kekuatan untuk melaksanakan yang baik dan meninggalkan yang buruk.
Seperti pesawat yang akan terbang, maka landasan pacu harus dibersihkan agar badan pesawat tidak tergelincir ketika ia melenceng dari jalurnya. Dengan jalur yang bagus, ketika kebahagiaan itu kita dapatkan dalam bentuknya dari awal, tidak boleh lupa untuk selalu disyukuri. Salah satu bentuk kebahagiaan yang ukurannya adalah kenikmatan. Orang yang mendapatkan kenikmatan tidak boleh lupa untuk bersyukur ia mendapatkannya. Tidak semua orang memperoleh kebahagiaan itu. Dengan bersyukur, manusia akan ingat bahwa ada orang yang tidak beruntung di sekelilingnya. Dengan bersyukur, membuat seseorang untuk tidak selalu melihat ke atas, melainkan selalu melihat ke bawah. Ada hidup yang lebih kurang dari diri seseorang.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.