Momentum

Pada dasarnya, apa yang akan dilakukan manusia, harus dibaca sedemikian rupa. Ada yang semuanya sudah jelas, namun tidak sedikit yang membutuhkan pemahaman. Dalam hidup, selalu dipenuhi tanda-tanda. Hal ini yang harus dibaca oleh manusia. Semua …

Pada dasarnya, apa yang akan dilakukan manusia, harus dibaca sedemikian rupa. Ada yang semuanya sudah jelas, namun tidak sedikit yang membutuhkan pemahaman. Dalam hidup, selalu dipenuhi tanda-tanda. Hal ini yang harus dibaca oleh manusia.

Semua hal yang terjadi, juga merupakan tanda. Ada orang yang sudah berhasil membaca tanda itu, dan memberi kemudahan dalam hidupnya. Banyak yang masih tertatih untuk memahami apa sesungguhnya yang terjadi. Sebagian yang lain, tidak tahu apapun.

Semua proses ini harus didalami. Jangan berhenti membaca tanda-tanda, tentu saja dengan jalan yang lurus. Daya tafsir manusia atas tanda-tanda dalam kehidupan, harus dilakukan dengan batas-batas yang lurus.

Beberapa waktu yang lalu, gerhana bulan terjadi. Gegap-gempita orang menyambutnya dengan berbagai ragam. Setahun sebelumnya, terjadi gerhana matahari. Waktu itu, saya melihat beberapa tayangan televisi secara live, ada dua bentuk ekspresi orang menyambutnya. Tidak semua televisi menayangkan fenomena itu. Ada yang lebih memilih tayangan lain, semisal animasi atau acara lainnya. Namun ada juga yang bahkan menghadirkan nara sumber secara berlapis. Berbagai hal terkait dengan bencana dibedah. Fenomena yang dianalisis dari berbagai sisi.

Dengan tayangan itulah, dua ekspresi itu, sebagian orang datang ke masjid dan mempersiapkan diri secara bersahaja untuk shalat dua rakaat. Ekspresi satu lagi, datang ke tampat yang juga sudah dipersiapkan secara bersahaja, untuk melihatnya secara utuh. Ada yang berteriak girang, ada juga yang melihat berbagai pengaruh dari fenomena alam ini.

Sejumlah titik terjadi gerhana matahari total. Sebagian besar daerah hanya melihat gerhana biasa. Gerhana matahari total sendiri terjadi dalam durasi waktu antara 1 hingga 4 menit. Perkiraan waktu demikian, memang sudah diperkirakan jauh sebelumnya. Fenomena alam demikian, dengan bantuan teknologi, sudah bisa diketahui puluhan tahun sebelumnya. Dengan bantuan teknologi juga, berbagai sisi dari bencana bisa diketahui –bahkan bisa dibandingkan dengan berbagai gerhana yang sudah terjadi. Di Indonesia sendiri, gerhana total terjadi pada tahun 1983, yang waktu itu orang diperintahkan untuk masuk ke rumah dan mengunci pintu rapat-rapat. Dari sekarang, bahkan sudah bisa dipetakan gerhana matahari total yang akan terjadi masa yang akan datang, lengkap dengan tempatnya.

Mungkin karena faktor langka dan lama itulah, momentum itu lalu dikaitkan dengan berbagai misi lainnya. Salah satu adalah konsep dagang, dengan memakai logika ‘jika-maka’. Dengan konsep ini, bersandar pada kepentingan bahwa ketika momentum ini dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata, maka akan mendapatkan keuntungan dari aspek itu. Kunjungan wisatawan, berimplikasi kepada ekonomi –yang dipandang sebagai modal penting dalam membangun negara. Begitulah, mungkin alasan, mengapa kampanye untuk menikmati gerhana juga begitu luar biasa dan massif.

Di sisi lain, kita juga diingatkan bahwa fenomena gerhana sebagai momentum untuk mengingatkan kebesaran Pencipta, yang memberi pelajaran kepada manusia betapa susunan tata surya itu berjalan pada jalurnya. Atas alasan terakhir ini, maka dengan gerhana, menjadi salah sebab yang disunatkan shalat dua rakaat. Bahkan shalat sunat gerhana, tingkatannya pada sunat muakad, bukan sunat biasa.

Boleh jadi, orang akan beranggapan bahwa ibadah sunat adalah pilihan. Ada balasan pahala ketika dilaksanakan, namun tak berdosa jika tidak dilaksanakan. Namun bagi sebagian, momentum yang dibarengi ibadah sunat, juga tidak bisa ditukar. Ibadah merupakan ruang bagi penghambaan, sekaligus mendapatkan kesempatan momentum untuk itu.

Pagi itu, saat terjadi gerhana, orang-orang memilih jalannya masing-masing. Beruntunglah orang-orang yang memanfaatkan momentum ini untuk sekedar mengingat bahwa alam sudah tercipta dengan luar biasa. Ia tidak terjadi dengan sendirinya. Ia ada yang mencipta.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment