Semua pemilik usaha harus pandai-pandai menjaga pelanggannya. Berbagai bidang usaha muncul begitu semarak. Mereka yang tidak pandai menjaga pelanggan, dengan mudah akan berpindah. Pola baru dipakai, dengan kemurahan wajah menyambut pelanggan.
Sayangnya tidak semua menyadari fenomena ini. Kekuatan ramah tidak mampu dipahami semua orang. Kesadaran bahwa kita membutuhkan orang lain, hanya dimiliki sebagian kecil saja. Sebagian besar terlena dengan apa yang sudah ada, tanpa persiapan, apalagi dengan kebersahajaan.
Seorang tamu saya yang datang, kebetulan menginap di satu hotel yang baru. Hotel ini saya pilih, di samping harga yang mungkin masih kompetitif, juga biasanya yang baru itu ingin memperlihatkan kekuatannya dalam melakukan pelayanan. Hotel ini terbilang mewah. Saya mengukur mewah bukan pada ukuran bintang tiga atau empat. Daerah ini belum ada bintang lima. Yang paling tinggi itu bintang empat. Dari segi harga, ternyata bintang lima atau bintang empat di satu tempat belum tentu sama dengan bintang empat atau bintang lima di tempat lain. Di tempat orang, kadang-kadang bintang lima, harga setara dengan bintang tiga di tempat kita. Begitu juga dengan bintang lainnya. Tidak ada yang salah, karena patokan harga ada banyak alat ukurnya. Di tempat yang pemakaian lebih padat, akan lebih murah ketimbang tempat yang jarang dipakai.
Dengan demikian, ini sama seperti orang yang menjual barang. Sebuah barang yang daya lakunya lebih besar, akan berharga lebih murah dibandingkan dengan barang yang sama di tempat yang daya lakunya rendah. Hal demikian lumrah terjadi. Hanya saja mungkin ada orang yang tidak peduli dengan kondisi demikian. Orang yang menjual dengan harga tinggi walau tingkat perputaran barang tinggi. Hal ini akan berimplikasi lebih cepat pelanggan akan singgah ke lain tempat.
Pertarungan pelanggan menjadi sangat serius abad ini. Orang yang pandai menjaga pelanggan dianggap sebagai orang yang berhasil berusaha. Pelanggan dianggap sebagai raja yang akan mendatangkan banyak pemasukan. Mereka yang berusaha, pemasukan itu menjadi modal tidak hanya akan menghidupi diri dan keluarganya, melainkan juga siapa yang menjadi pekerja juga keluarga mereka masing-masing. Kondisi ini tidak sederhana, apa yang dibangun, pada akhirnya berimbas kepada banyak orang yang lain. Dalam konteks demikian, usaha itu tidak hanya untuk diri sendiri. Melainkan juga bermanfaat bagi banyak orang lain.
Pertarungan pelanggan terkait dengan bagaimana masa depan usaha dikelola. Hal ini yang jarang diperhatikan banyak orang. Orang yang mendapat amanah dengan mendapatkan kekayaan saat ini, mengira bahwa itu bukan sebagai amanah, sehingga tidak menjaganya secara baik. Sebaliknya, mereka yang menjaga dengan baik, akan berpotensi mendapatkan keseimbangan ketika orang lain merasakan sesuatu yang pahit ketika berada dalam kondisi kebalikannya.
Hal yang disebut terakhir inilah yang sangat penting. Bahwa orang yang berusaha sekalipun, pada akhirnya tidak bisa dilepaskan dengan bagaimana mereka akan berusaha dan berikhtiar untuk mencapai hasil yang baik. Banyak orang menganggap berproses itu jauh lebih penting. Orang yang berusaha jauh lebih penting dibandingkan mereka yang berharap hasil. Berusaha wajib, sedangkan hasil tidak selalu harus kita dapatkan.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.