Perangai

Bangsa kita memiliki karakter sendiri, yang dalam kenyataan ditinggalkan oleh anak bangsanya. Banyak mulut berbuih menyebut karakter, tetapi tidak menerapkannya dalam kehidupan nyata. Bahkan lebih ironis, karakter kerap menjadi proyek, lalu tidak berbekas seolah kita …

Bangsa kita memiliki karakter sendiri, yang dalam kenyataan ditinggalkan oleh anak bangsanya. Banyak mulut berbuih menyebut karakter, tetapi tidak menerapkannya dalam kehidupan nyata. Bahkan lebih ironis, karakter kerap menjadi proyek, lalu tidak berbekas seolah kita tidak memiliki apa-apa.

Saat orang menyadari ada karakter bangsa yang perlu diperkuat, lalu muncul orang-orang yang lebih menimbang nilai-nilai bangsa lain. Dengan melupakan proses, diproyeksikan nilai-nilai lain itu untuk menjadi kekuatan baru yang dianggap bisa memajukan bangsa kita.

Proses duplikasi ini tidak selalu bisa berlangsung begitu saja. Banyak kepentingan yang bisa mendompleng, dengan tujuan yang berbeda-beda. Bahkan demi kepentingan itu, tidak jarang materi besar dikeluarkan. Untuk tingkat yang lebih mikro, duplikasi ini bisa saja berlangsung dengan meniru.

Tidak susah untuk meniru sesuatu dari orang lain, kapan saja bisa dilakukan copy and paste. Seseorang yang ingin menyerupai perilaku orang lain, bisa diambil kapan saja ia mau. Dengan berbagai konsekuensi dan implikasi. Perilaku yang buruk akan memberikan implikasi yang buruk, demikian juga sebaliknya. Perilaku yang baik, akan memberikan implikasi yang baik pula.

Pada tataran mikro, perilaku juga turut ditentukan oleh dengan siapa seseorang bergaul. Bergaul dengan orang yang berperangai buruk, maka kemungkinan besar untuk bergeser perilaku buruk itu, sangat terbuka lebar. Demikian juga bergaul dengan orang baik, juga terbuka peluang untuk tersebar perilaku yang baik. Soal perilaku persis kayak kata pepatah, bahwa bergaul dengan pemilik minyak wangi, maka sedikit banyak, bau minyak wangi akan menyebar ke pakaian kita. atau seperti getah nangka, orang yang tidak makan sekalipun, bukan berarti tidak bisa terpercik pula.

Berbeda dengan perangai, ini soal sifat batin yang mempengaruhi pikiran dan perbuatan. Dengan kata lain, disebut watak. Perilaku bisa di copy, tetapi perangai belum tentu –bukan berarti tidak bisa. Dengan keseriusan dan berulang-ulang, “mengambil” perangai orang lain bisa saja dilakukan.

Makna lain dari perangai adalah cara berbuat atau cara khas seseorang yang beraksi terhadap berbagai macam fenomena.

Karena perangai terkait sifat batin, maka orang yang ingin meniru juga harus menurutkan cara batin. Tidak bisa dibuat-buat hanya untuk waktu tertentu saja, sebagaimana meniru perilaku tertentu. Contoh terakhir ini, antara lain ketika banyak orang meniru apa yang dilakukan atau dilakonkan orang-orang yang dipujanya.

Begitulah. Dua hari yang lalu, ketika menulis status tentang perilaku dan perangai musuh, ada teman yang menanyakan melalui jalur pribadi. Dalam status itu, saya katakan, bahwa banyak bangsa di dunia itu selalu mengambil atau membuang apa yang menjadi perilaku atau perangai dari musuh yang sudah diperangi. Malah ada bangsa yang dengan penuh kesadaran, menggunakan perangai musuh untuk membangun bangsanya. Prang musoh, cok peukateun (memerangi musuh, mengambil perangainya).

Untuk status ini, ada yang setuju, ada yang tidak setuju. Akan tetapi, bukan pada soal setuju atau tidak yang menjadi masalah. Menurut saya, sejauhmana penting atau tidak perangai yang diambil atau dijadikan. Jangan-jangan, banyak bangsa terfokus untuk mengambil perangai busuk dari bangsa musuh. Perangai yang seharusnya dibuang jauh-jauh, jangan diambil, apalagi dijadikan pegangan dalam kehidupan, dalam pembangunan, maupun dalam mempersiapkan masa depan.

Saya katakan kepada teman, ada perangai musuh yang baik. Ingatlah bagaimana bangsa Melayu belajar hidup tekun dengan tekad harus selalu berprestasi pada setiap waktu. Bangsa-bangsa yang tekun, harus dilihat bagaimana perangai mereka. Nah. Perangai bangsa-bangsa yang demikian, bisa menjadi kekuatan untuk membangun bangsa. Bukan perangai adu domba, yang pernah dipraktekkan para penjajah.

Leave a Comment