Kata perasaan berasal dari kata asal, rasa. Kamus Bahasa Indonesia, mengartikan rasa dengan beberapa konsep. Pertama, tanggapan indra terhadap rangsangan saraf, seperti manis, pahit, masam terhadap indra pengecap, atau panas, dingin, nyeri terhadap indra perasa. Kedua, makna lain adalah apa yang dialami oleh badan. Ketiga, sifat rasa suatu benda. Keempat, tanggapan hati terhadap sesuatu. Kelima, pendapat (pertimbangan) mengenai baik atau buruk, salah atau benar.
Apa yang hendak saya sampaikan, barangkali selaras dengan konsep yang keempat dan kelima. Ia ingin menggambarkan bagaimana batin seseorang itu dipahami oleh orang lain.
Kata rasa ini, saat ditambahi awalan dan akhiran menjadi perasaan. Kata ini dimaksudkan sebagai hasil atau perbuatan merasa dengan pancaindra. Makna lainnya adalah rasa atau keadaan batin sewaktu menghadapi sesuatu. Kesanggupan untuk merasa. Pertimbangan batin terhadap sesuatu.
Orang-orang yang berusaha memahami orang lain, setidaknya dimulai dengan bagaimana rasa digunakan. Bukan sesuatu yang mudah untuk memahaminya. Karena sesuatu yang sulit, maka tidak heran banyak orang mengabaikannya. Hal demikian berimplikasi lebih jauh, yakni tidak mau tahu apa yang terjadi pada orang lain, termasuk orang-orang yang di dekatnya.
Memahami orang lain diawali dengan tidak mengabaikan sensitivitas kita sebagai manusia. Sensitif ini seperti sensor, yang akan mendeteksi sesuatu yang bisa terkoneksi dengan batin kita. Sensor ini yang menentukan apakah yang kita lakukan akan menyakitkan atau menyenangkan bagi kita. Dengan begitu, kita bisa memahami orang lain sama seperti apa yang akan kita alami saat orang lain melakukan hal yang sama terhadap kita.
Kegagalan inilah yang menyebabkan kita tidak bisa memahami orang lain. Sampai kapan pun, ketika gagal memahami, maka kita tidak bisa sensitif terhadap apa yang tidak menyenangkan bagi orang lain. Kita akan melakukan apapun tanpa pertimbangan sama sekali apakah orang lain senang atau tidak dengan apa yang kita lakukan.
Apa pentingnya kita menyelami perasaan orang lain? Semuanya bisa kita banding-bandingkan dengan apa yang akan kita alami hal yang sama bila menimpa kita. Tidak menyenangkan bagi kita, begitu juga kemungkinan yang akan dialami oleh orang lain.
Sayangnya ada orang yang walau memahami bagaimana perasaan orang lain, namun tidak berusaha menyelaminya. Kita membiarkan orang lain merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan dari sesuatu yang kita lakukan. Kita tidak peduli terhadap apa yang terjadi.
Kepentingannya bisa beragam. Saya punya pengalaman. Dulu dalam tiga hari berturut-turut, saya mendapat telepon yang berulang dari dua nomor yang sudah saya tanda. Hari pertama, saya mendapat telepon dari dua nomor tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan. Maka saya pastikan itu berasal dari satu kantor. Panggilan kedua, saya angkat. Dari seberang si penelepon langsung memperkenalkan diri, namanya, dan ia bekerja untuk perusahaan apa. Perusahaan itu agak rumit saya pahami, karena disebut memiliki hubungan khusus dengan bank.
Waktu itu, saya memberinya waktu lima menit dan saya mendengarkan apa yang ia ingin sampaikan. Terus-terang saya belum memahami logika perusahaan tersebut. Ketika ia beritahukan perusahaan tempatnya bekerja memiliki hubungan dengan salah satu bank, dan di sana saya memiliki satu nomor rekening, lalu tanda tanya saya muncul. Saya tanya bagaimana ia tahu saya memiliki rekening di sana. Jawabannya karena perusahaan mereka memiliki hubungan dengan bank.
Hal ini sebenarnya bisa ditelusuri. Apabila benar sebuah bank memberikan data nasabahnya untuk pihak lain yang tidak seharusnya, maka itu sangat fatal. Tidak boleh data nasabah itu dibagi-bagi, apalagi untuk pihak yang bukan bagian langsung dari bank. Namun alasan ini bisa saja hanya permainan oknum yang membongkar kontak nasabah untuk kepentingan lain. Hal ini sebenarnya berisiko sama dan tidak boleh dilakukan.
Dengan waktu lima menit, ia minta waktu lain untuk menjelaskan. Saya bersedia, tapi ada pertanyaan yang saya ajukan, siapa yang memberi data saya ke perusahaan dia. Dengan alasan yang sama, saya sampaikan bahwa saya bisa menuntut orang yang memberikan data saya kepada yang tidak berhak. Katanya mereka bisa mempertanggungjawabkan.
Setelah telepon itu, besoknya ada sejumlah telepon dari nomor yang sama. Panggilan ini tidak saya angkat dan saya abaikan saja. Namun panggilan ternyata berulang beberapa kali. Di luar masalah itu, saya jadi berpikir hal lain, bahwa betapa manusia itu ada yang bertipe tidak mencoba memahami kondisi apa yang dialami oleh mereka yang tidak bersedia mengangkat telepon. Bisa jadi karena mereka yang bekerja di tempat semacam itu juga harus mencapai target, bahwa mereka harus menjelaskan tentang kegiatan perusahaannya kepada sejumlah orang yang sudah ditentukan. Pekerja yang berhasil lalu diukur dengan sebanyak apa ia berhasil menghubungi orang-orang dan dengan demikian ia memperkenalkan usahanya. Dengan tuntutan demikian, maka mereka berusaha sekuat tenaga mencapainya dan tidak peduli bagaimana kondisi mereka yang menerima telepon.
Saya sebagai manusia juga memiliki beban tersendiri. Nomor tertentu sebenarnya bisa saja diatur untuk ditolak. Namun seharusnya dengan tidak mengangkat saja sudah membuat yang bersangkutan memahami. Semua orang ketika melakukan tugas seharusnya bisa memahami hal-hal demikian. Tidak menunggu dari mereka yang menerima panggilan telepon.
Saya sedang menunggu telepon itu lagi, untuk menanyakan bagaimana data saya diperoleh. Ini fatal.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.