Semua porsi sudah tersedia untuk masing-masing. Porsi itu sepertinya tidak akan tertukar. Apa yang akan didapatkan oleh seseorang tidak akan tertukar dengan apa yang akan didapatkan oleh orang lain.
Berangkat dari kesadaran ini, seharusnya tidak ada saling sikut dalam kehidupan. Orang akan hidup normal dalam mencapai kebutuhan hidupnya.
Ada dua kebutuhan manusia yang menjadi alasan ia rela melakukan apapun, katanya, kebutuhan perut, dan kebutuhan yang di bawah perut. Apapun bisa dilakukan manusia. Atas nama dua ini, bahkan manusia mau melakukan hal-hal yang tidak bisa diterima akal sehat. Banyak hal akan dilakukan. Saya ingin fokus pada kebutuhan perut. Kebutuhan yang seyogianya dipenuhi dengan cara-cara yang lurus. Semua orang memiliki kebutuhan perut. Pertanyaannya, mengapa ada sebagian yang bisa mengatur kebutuhannya, sedang yang lain tidak. Ada yang bisa mengatur kebutuhannya. Ada yang menyadari bahwa kebutuhan untuk perut hanya sebatas beberapa suap saja. Dengan demikian, karena kebutuhan begitu kecil, tidak perlu terlalu berlebihan. Lantas, mengapa ada pula yang karena kebutuhan perut tidak peduli apapun. Mencari seolah-olah tidak hanya untuk sebatas perut. Sikut kanan kiri. Padahal sama-sama beralasan kebutuhan yang sama.
Ada dua kesadaran yang melahirkan cara yang berbeda. Mereka yang menyadari bahwa kebutuhan perut pada dasarnya bukan untuk tujuan perut, maka akan memenuhi kebutuhan perut menurut porsinya. Bukan tujuan perut yang dimaksudkan adalah mengisi kebutuhan perut hanya untuk memberi tenaga agar bisa melakukan sesuatu yang lain yang lebih besar, yang lebih hebat. Jadi kebutuhan perut itu hanya sebatas bensin agar mesin seluruhnya bisa menyala, dan melakukan kerja hebat besar yang akan memberi manfaat bagi pihak yang lebih besar. Hal ini berbeda dengan mereka yang merasa memenuhi perut sebagai tujuan. Apa yang akan diisi, perut ini menjadi titik akhir dari semua proses. Bisa dipastikan, bahwa posisi demikian, berkualitas sebagaimana sesuatu yang keluar dari isi perut.
Kesadaran demikian sangat penting untuk dibangun. Kesadaran ini kemudian akan menentukan bangunan pemikiran seperti apa yang akan mendukung kehidupan yang dijalaninya. Orang-orang yang sadar bahwa memenuhi perut hanya sebatas alat untuk mendukung yang lebih besar, maka hidupnya akan lebih nyaman ketimbang yang sebaliknya. Dalam konteks yang lebih luas, ada tumpuk yang sudah ditentukan masing-masing dan itu tidak akan tergantikan. Tumpuk seseorang tidak akan beralih ke tumpuk orang lain. Ketika memberikan sebagian dari tumpuk ini, jika pun diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan, maka akan ada banyak tumpuk lain yang akan menghinggap kehidupan manusia.
Rumus bagi-bagi tumpuk itu lebih dekat demikian. Tumpuk yang dibagi untuk mereka yang membutuhkan, pada dasarnya membuat manusia lebih giat lagi –dengan demikian akan menghasilkan tumpuk yang lebih besar. Implikasi terpenting ketika manusia bisa berbagi tumpuk adalah perasaan bahagia yang tiada terkira, yang dengan perasaan bahagia ini membuat mereka selalu bersemangat menjalani hidup. Dalam setiap waktu perjalanan, orang yang seperti ini selalu bersemangat untuk meraih sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Selalu bersemangat begitu. Maka mengapa ada yang tidak yakin selalu ada yang bertambah setiap hari?
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.