Prof

Fokus dan gagal fokus, sering menyebabkan hal yang serius bagi seseorang. Salah melihat dan menegur orang, sedangkan pada saat yang sama, orang yang ditegur memiliki kaitan penting bagi profesinya, bisa saja berimbas. Tidak semua orang …

Fokus dan gagal fokus, sering menyebabkan hal yang serius bagi seseorang. Salah melihat dan menegur orang, sedangkan pada saat yang sama, orang yang ditegur memiliki kaitan penting bagi profesinya, bisa saja berimbas. Tidak semua orang berbesar jiwa saat ada yang salah. Banyak orang yang tidak bisa terima begitu mengetahui ada orang yang berkepentingan dengannya, ternyata salah menegur orang.

Dalam kehidupan manusia, hal demikian sesungguhnya lumrah. Tidak perlu dirisaukan. Seseorang salah melihat orang lain, bisa jadi karena ada kemiripan, atau bisa saja sejumlah tanda yang dikenal memang tidak berbeda. Untuk kondisi demikian, tidak ada yang perlu dirisaukan.

Hanya saja bagi semua kita, harus memperhatikan dengan betul orang yang ingin kita sapa. Memperhatikan ini akan berfungsi lebih jauh, terutama bagi yang bersangkutan dalam menjalankan profesinya. Dengan demikian, tidak perlu ada perasaan lain yang muncul saat ada kesalahan dalam menegur seseorang.

Pengalaman itulah yang ingin saya bagi. Suatu hari, sahabat baik saya yang sering melakukan advokasi terhadap guru, mengirim sebuah pesan pendek. Isinya, ajakan untuk mengikuti seminar guru yang terkait juga dengan perlindungan profesi guru di wilayah terpencil dan pulau kecil. Atas ajakan itu, saya bersedia. Pertama, terus-terang, ketika ia mengirim pesan, saya tidak memiliki agenda apapun di kampus. Untuk kepentingan di kampus, saya harus mohon maaf, urusan apapun akan saya tunda. Kedua, jarang mendengar bagaimana advokasi dan perlindungan dilhat dalam lingkup kebijakan, menjadi sesuatu yang menarik untuk mendapat pengetahuan. Selama ini, guru di kota terkesan lebih mendapat perhatian ketimbang mereka yang jauh dari kota.

Karena ini seminar tentang guru, maka sudah pasti semua –atau paling tidak—sebagian besar pesertanya adalah guru. Apalagi ketika disebutkan perlindungan guru di wilayah terpencil dan pulau kecil, saya berpikir maka guru yang akan hadir adalah mereka yang selama ini bertugas di wilayah terpencil dan pulau kecil. Wilayah yang ketika untuk berangkat ke kota atau kawasan lain, harus berpikir dan membuat jadwal terlebih dahulu, karena banyak sekali hal yang harus dipersiapkan. Tidak sesederhana ketika kita pulang-pergi yang berada di kota. Apalagi untuk kampung yang tidak ada sarana transportasi yang memadai. Konon lagi pulau kecil yang untuk ke daratan, harus menunggu jadwal kapal yang berlayar.

Dugaan saya ternyata salah. Peserta dari sana mungkin hanya 40 persen. Selebihnya guru dari kota. Orang yang memiliki tempat tinggal tidak berbeda dengan saya. Di samping itu, ada juga dari dinas dan pejabat terkait.

Di antara peserta itu, ada sepasang suami isteri, yang kedua-duanya sebagai guru. Mungkin lain sekolah, sehingga memungkinkan keduanya ikut seminar yang sama.

Sebelum acara dimulai, karena alasan belum semua pengisi seremoni datang, terutama pejabat terkait yang memberi sambutan, kami dipersilakan untuk mengambil snack lebih dahulu dan membawa ke tempat duduk masing-masing. Ketika mau duduk kembali itulah, seseorang menghampiri saya –yang suami isteri guru tadi.

Sebenarnya yang menghampiri saya hanya isterinya saja. Namun karena saya melihat dari jauh ia menoleh ke suaminya, memberi aba-aba tertentu. Entah apa yang dibahasakan oleh suaminya, isterinya tetap menghampiri saya, menegur saya, “Bapak…”.

Saya terkejut. Saya tanya siapa sesungguhnya yang ia mau sapa? Ia mulai terlihat gagap. Akhirnya ia bercerita, dahulu ketika kuliah sarjana, ada bertemu dua kali dengan seorang Prof. Untuk mata kuliah itu, Prof mengajar bersama seorang asisten. Karena bertemu dua kali, ia seperti tidak ingat persis wajah prof-nya.

Suaminya akhirnya mendekat dan mengatakan, maaf pak, isteri saya salah. Ternyata suaminya jauh lebih ingat wajah sang prof yang mau ditegur, ketimbang istrinya.

Saya katakan, saya bukan prof. Saya katakan: ingat, hati-hati memanggil prof, tidak boleh sembarangan.

Leave a Comment