Seserahan

Tadi, saat hadir dalam satu hajatan walimah, terdengar satu sambutan menarik. Biasanya dalam serah terima pengantin dari kampung asal ke kampung pasangannya, kedua pimpinan dan orang tua kampung duduk secara khusus. Anda harus tahu bahwa …

Tadi, saat hadir dalam satu hajatan walimah, terdengar satu sambutan menarik. Biasanya dalam serah terima pengantin dari kampung asal ke kampung pasangannya, kedua pimpinan dan orang tua kampung duduk secara khusus. Anda harus tahu bahwa hajatan yang demikian, yang bertanggung jawab tidak hanya tuan rumah selaku empunya hajatan, melainkan juga orang sekampung yang semua proses diserahkan.

Pada saat mendengar itu, ada hal yang diingatkan oleh pimpinan kampung. Orang yang akan tinggal di kampung tertentu, terutama pengantin laki-laki, diingatkan untuk sering-sering ke masjid dan meunasah. Tempat ibadah sering diposisikan hanya untuk menunaikan kewajiban dengan Pencipta. Namun dalam kampung tertentu, masih diberi catatan bahwa tanggung jawab sosial selalu ada dalam relasi antar mereka.

Tidak semua kampung masih memiliki ikatan sosial yang kuat. Justru di kota, ikatan sosial kadangkala lebih kuat dari kampung. Tidak bermaksud mempertandingkan kampung dan kota, namun dalam literatur sosial, masyarakat bersahaja selalu dibedakan dengan masyarakat yang rasional dan bertumpu logika. Alasan lain karena orang kampung umumnya berpandangan bahwa nilai sosial dalam kehidupan mereka jauh lebih kuat dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di kota.

Apa yang disebut terakhir ini masih bisa dikritisi. Berdasarkan pengalaman tinggal di sejumlah tempat, tampak bahwa kampung justru sudah lebih longgar. Masyarakat kota yang diyakini sebagai masyarakat yang rasional, justru semakin bergerak dan menguatkan ikatan sosial dalam kehidupan mereka.

Dengan demikian arahan pimpinan kampung terhadap pengantin laki-laki sesungguhnya bisa dipahami sebagai upaya penguatan itu. Hal yang saya pahami secara sederhana, bahwa mereka sedang mencoba memberi peran sosial terhadap orang-orang yang datang ke kampungnya, dengan tidak melupakan tanggung jawab individu mereka.

Individu dan sosial, pada akhirnya selalu harus dipertanggungjawabkan. Orientasi ini yang seharusnya diluruskan sebagai bahan pencerahan dalam kehidupan manusia yang lebih luas.

Saya percaya bahwa apapun yang kita lakukan, dalam posisi apapun kita, itu akan selalu berhadapan dengan mahkamah. Ada suatu masa, suatu ketika, semua yang kita lakukan itu akan kita pertanggungjawabkan. Baik sebagai manusia pribadi maupun sosial. Kita sering hanya mengaitkan seolah-oleh pertanggungjawaban hanya terkait dengan kepemimpinan: mulai dari institusi keluarga, masyarakat, hingga kekuasaan. Padahal termasuk dari pribadi sekali pun, pertanggungjawaban itu harus dilakukan. Hal yang menjadi objek tanggung jawab juga berbagai macam. Seorang yang membiarkan tetangga kelaparan, juga akan mendapat pertanyaan di mahkamah kelak.

Tanggung jawab lebih besar tentu mereka yang berkuasa dalam hal kebijakan. Apapun yang dilahirkan, apabila memberi kemudharatan bagi banyak orang, maka pertanggungjawabannya akan lebuh berat. Apalagi dengan banyaknya orang yang akan menderita. Bisa jadi dengan kebijakan tertentu juga akan memberikan keuntungan bagi segolongan orang, yang bila hal itu dilakukan dengan sengaja, maka ancaman di mahkamah juga sama. Lain halnya bila dilakukan dengan dasar yang kuat ingin berpihak kepada masyarakat yang lemah, bukan kepada pemodal.

Hal lain bahwa suatu kebijakan yang dikeluarkan haruslah konsisten. Hal ini yang sering diganggu oleh godaan orang-orang yang ingin memperoleh kekuasaan adalah membuat kebijakan sesuai dengan seleranya. Setiap pergantian kekuasaan, orang-orang yang ingin mengganti pemegang kuasa sangat banyak jumlahnya, walau pada saat yang sama, realitas menampakkan banyak orang yang gagal melaksanakan amanah. Orientasi mengubah kebijakan bukan sesuatu yang biasa, melainkan hasil desain dan sesuai kepentingan. Ia akhirnya menjadi wakil dari wajah pemenang.

Salah satu hal yang sering dikeluhkan adalah mengenai orang-orang yang dipilih mereka adalah pada konsistensi kebijakan. Berganti penguasa berpotensi untuk mengganti banyak kebijakan. Dengan pergantian ini, masalahnya tidak sederhana, karena berganti kebijakan, akan membuat banyak sekali hal yang harus berubah dan diubah. Terutama untuk hal yang sudah diatur dalam aturan tertentu.

Kadang-kadang kemudahan tidak sepenuhnya berlangsung tanpa kepentingan kelas. Dalam hal tertentu, banyak kebijakan untuk masyarakat bawah justru sebaliknya. Harga kebutuhan pokok bagi masyarakat bawah yang menjadi kebutuhan paling primer, justru sering sering tidak stabil.

Betapa lama waktu yang dibutuhkan hanya untuk menyelesaikan hal kecil dalam masyarakat bawah. Sebaliknya, kadangkala demikian cepat penyelesaian masalah terkait dengan arus modal.

Yang demikian lumrah terjadi, sehingga ketika pada suatu titik tertentu, masyarakat kecil harus berjuang sendiri untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan mereka. Sedangkan untuk kelas menengah, mendapatkan berbagai kemudahan walau mereka tidak perlu berjuang apa-apa.

Orang-orang yang memiliki kemampuan baik dalam hal kebijakan maupun dalam ruang pembelaan, apabila tidak melakukan sesuatu apabila menemukan hal yang demikian, maka suatu saat juga akan berhadapan dengan mahkamah, yang kita tidak bisa berkelit dari keadilan mahkamah itu.

Kesadaran inilah yang harus dipupuk. Semua orang harus melakukan peran dan ambil andil dalam menggerakkan berbagai kebaikan. Kepentingan kebaikan ini saya kira harus diorganisir dan jangan dibiarkan ia bergerak terpecah-pecah. Jangan sampai keburukan yang justru lebih terorganisir dibandingkan dengan kebaikan.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment