Ikhlas akan menentukan sebahagia apa kita melakukan sesuatu. Penyeimbangan yang namanya hak dan kewajiban, sangat penting tidak saja hanya untuk menuntaskan hak dan kewajiban tersebut, melainkan lebih itu, melakukannya dengan bahagia.
Orang yang melakukannya hanya sebatas hak dan kewajiban, ia akan selesai saat apa yang menjadi hak didapatkan dan kewajiban ditunaikan. Mereka yang tidak berhenti di situ, berpikir untuk mencapai derajat bahagia, akan merasa kecewa saat tidak bisa melaksanakan yang menjadi tugasnya secara sempurna.
Untuk menilai seseorang itu melakukan sesuatu itu sesuai garis atau tidak, bagi mereka yang memiliki perusahaan, akan melakukannya ketika orang merasa tidak dipantau. Mereka yang kreatif dalam pengawasan, akan memonitor perusahaan miliknya itu pada waktu orang-orang tidak menduga akan ada pemantauan atau semacamnya. Pada waktu tersebut, akan ditemukan mana yang asli dan mana yang bukan.
Mereka yang bekerja secara asli, dipantau atau tidak, tetap akan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Tipe orang yang demikian, dalam batinnya sudah menganggap bahwa bekerja itu karena telah menerima bayaran sesuai dengan jatahnya. Jadi apapun yang dilakukan bukan untuk menyenangkan seseorang atau sekelompok orang, melainkan menunaikan kewajiban karena telah menerima haknya.
Pikiran ini yang dibolak-balik oleh banyak orang. Seolah-olah seseorang bekerja itu hanya untuk memuaskan orang lain. Padahal apa yang ditunaikan, sesuai dengan hak yang sudah diterima. Dengan menerima hak, maka ada sejumlah kewajiban yang harus dilaksanakan. Untuk melaksanakan kewajiban inilah, seseorang akan bekerja sungguh-sungguh walau tidak dipantau –baik langsung atau tidak langsung.
Sebuah perusahaan akan kuat luar biasa sekiranya memiliki banyak karyawan yang berpikiran semacam ini. Tidak perlu banyak pemantau karena semua pekerja sadar bahwa mereka memang memiliki kewajiban untuk bekerja –sebagai kompensasi dari sejumlah hak yang sudah diterima.
Dengan logika demikian, maka apa yang dinamakan kunjungan mendadak, seyogianya tidak perlu rutin dilakukan. Sebagaimana para petinggi perusahaan yang sering melakukan kunjungan mendadak terhadap karyawannya, untuk mendapatkan informasi apakah semuanya dilaksanakan sesuai dengan rencana. Banyak petinggi perusahaan lalu mempersiapkan waktu-waktu yang khusus hanya untuk mengetahui apakah karyawannya bekerja sungguh-sungguh atau tidak. Orang-orang yang kebetulan didapat sedang bersungguh-sungguh, padahal biasanya tidak bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapat sesuatu yang baik. Sebaliknya, kadangkala orang yang sungguh-sungguh, hanya ketika sedang dikunjungi mendadak, bisa jadi akan menjadi korban.
Pola demikian selama ini juga sudah dilakukan para pejabat, dengan melakukan inspeksi mendadak tentu atas alasan ingin mendapatkan pegawai di lingkungannya bekerja dengan benar dan sungguh-sungguh. Orang yang bekerja di lembaga pemerintahan sekalipun, dalam perkembangan kekinian sering menjadikan perusahaan sebagai contoh yang baik dalam hal spirit semacam ini.
Mentalitas yang ingin dibangun sebagai kekuatan dari sumber daya perusahaan, ingin dijadikan contoh agar pegawai juga bekerja sungguh-sungguh dengan tujuan yang sedikit berbeda. Pegawai melakukan pelayanan yang baik bagi publik. Dengan harapan bahwa publik akan memperoleh apa yang berhak, dari sejumlah layanan yang akan diberikan pemerintah. Mereka yang melayani sendiri berdasarkan pada hal yang sudah didapatkan, sehingga memberikan pelayanan merupakan kewajiban.
Konsep ini akan menempatkan bahwa melakukan sesuatu bukan karena untuk apa dan bagi siapa kita melakukan sesuatu yang baik. Sesuatu yang baik memang harus kita lakukan secara sungguh-sungguh.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.