Saya sudah berhenti dari hiruk-pikuk media sosial, sejak enam bulan yang lalu. Seorang teman saya langsung yakin, bahwa berhentinya saya karena faktor sedang menyelesaikan studi. Padahal menurut saya, dan ini pula yang saya bagikan dalam berbagai kelas menulis, bahwa kesibukan tertentu, belum tentu akan menghambat kesibukan lainnya. Dengan kemampuan manusia membagi waktunya, seyogianya semua aktivitas bisa diurutkan secara seksama. Ada yang super penting, ada yang penting biasa, ada yang kurang penting. Orang akan berada pada tingkat hidup yang tidak jelas, ketika seseorang sudah tidak bisa membedakan lagi yang mana tiga posisi di atas itu: super penting, penting, atau tidak penting. Bagi orang tertentu, sesuatu yang tidak penting kadang-kadang seperti sangat penting sekali. Sebaliknya, sesuatu yang sangat penting, bagi orang tertentu menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja.
Begitulah, jika kasus nyata ingin dilihat sebagai potret, sesekali pasanglah perhatian ketika melakukan perjalanan. Tak masalah akan memakai angkutan apa. Lalu lihatkan ketika sampai di persinggahan (arena menunggu). Ruang tunggu bus, stasiun kereta, atau pesawat, kita akan melihat berbagai ragam itu. Salah satunya adalah telepon pintar yang sepertinya dipunyai hampir semua orang. Itu termasuk salah satu fasilitas yang dianggap penting sekali. Namun ketika di ruang tunggu, seringkali sesuatu yang penting itu, jarang digunakan untuk sesuatu yang super penting. Di ruang tunggu, orang lebih asyik membuka dan memainkan game atau fasilitas lain yang tidak penting. Sedangkan ada pesan tertentu yang sangat penting untuk dijawab, kadangkala dijawab ketika orang yang menunggu jawaban sudah lupa terhadap pesan yang pernah dikirimkan.
Begitulah ketika kesibukan diukur. Orang yang sedang menyelesaikan tugas akhir pun, seyogianya bukan media sosial yang menjadi masalah. Orang yang bisa mengatur ritmenya, berpeluang bisa menyelesaikan apapun dalam waktu 24 jamnya. Masalahnya adalah tidak semua orang mengaturnya dengan jelas. Alasan ini pula yang ingin saya sampaikan. Nah, ada alasan lain yang membuat saja menepi dari media sosial.
Sebagai sebuah media, tentu ada yang positif, pun sering tidak bisa menghindarkan yang negatif. Media sosial sangat positif dalam menjaga hubungan persaudaraan, termasuk untuk alur lalu-lintas informasi dalam bermasyarakat. Banyak sekali informasi tentang teman atau orang sakit diketahui melalui ini. Kita tahu orang meninggal, sering melalui lalu-lintas informasi semacam ini. Namun selama ini, saya merasa ada sesuatu yang negatif yang belum bisa saya atur. Ketika sedang membuka laman media sosial, saya justru tidak bisa melakukan banyak hal yang lain, terutama karena informasi tertentu yang butuh waktu lama untuk mendalami info tertentu –terutama info yang tidak baik. Alasan ini bisa jadi sebagai sesuatu yang sangat individual. Mungkin tidak semua orang akan mendapatkan suasana yang sama dengan saya, percayalah.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.