Status

Mereka yang memiliki media sosial, akan mendapatkan banyak informasi yang bersahaja dan yang liar. Media sosial bisa digunakan pemegangnya dengan tujuan yang benar, namun tidak sedikit mereka yang salah kaprah dan tidak bisa mengontrol diri …

Mereka yang memiliki media sosial, akan mendapatkan banyak informasi yang bersahaja dan yang liar. Media sosial bisa digunakan pemegangnya dengan tujuan yang benar, namun tidak sedikit mereka yang salah kaprah dan tidak bisa mengontrol diri ketika berhadapan dengan ruang media ini.

Orang yang menggunakannya secara tepat, akan berhati-hati dalam mengirimkan apapun. Sebaliknya, mereka yang liar, akan melepaskan apa saja untuk mengisi ruang kosong ini. Sering tidak dipikirkan atau mempertimbangkan baik dan buruk dalam mengisi sesuatu itu.

Tidak jarang, bahkan hal yang seharusnya hanya untuk pribadi, terbawa keluar dengan status. Untuk hal yang lebih sederhana, hal yang seharusnya hanya untuk pribadi saja, juga diumbar untuk orang banyak dan siapapun bisa melihatnya.

Sering kita mengumbar ibadah lewat status. Seseorang yang sedang shalat lalu fotonya dikirim kemana-mana –mungkin yang begini sengaja meminta orang lain untuk membantu agar dirinya difoto ketika sedang shalat. Ada juga yang sudah shalat tahajud, lalu malam-malam mengirimnya. Menyedekahkan uang secuil, juga kirim ke status. Yang masih memiliki orang tua, mencium orang tua pun, status juga –padahal orang tua kita, tidak pernah menampakkan ke orang lain bagaimana ia bangun malam menjaga kita dari gigitan nyamuk. Ada up date status dalam beribadah. Termasuk seseorang yang sudah mengkhatamkan al-Quran.

Saya membaca beberapa status orang yang sudah mengkhatamkan al-Quran. Alhamdulillah. Saya tidak ingin memperdebat mengenai alasan seseorang itu mengirimkan yang demikian. Yang jelas pasti ada alasannya. Hal menarik di tengah ada yang kirim status begitu, adalah orang yang kesulitan waktu.

Ada lima waktu shalat dalam sehari semalam. Sekiranya dalam satu juz al-Quran ada 20 muka halaman. Dalam dua muka menghabiskan waktu sekitar lima menit saja. Maka sehabis shalat menyediakan waktu 10 menit untuk baca al-Quran, sehari semalam akan tercapai 20 muka (satu juz). Sekiranya konsisten menggunakan waktu demikian, maka dalam sekali dalam sebulan kita bisa mengkhatamkan al-Quran.

Logika di atas rumusnya. Mungkin dalam alam nyata, ragamnya bisa jauh. Orang-orang yang menganggap baca al-Quran sebagai yang utama, maka orang demikian, di waktu sibuk pun bisa membaca al-Quran sampai tiga atau empat juz. Konon lagi orang yang tidak sibuk.

Dari orang-orang sibuk yang bisa mengkhatamkan al-Quran berkali-kali, rasanya saya pribadi perlu belajar manajemen waktu kepada mereka. Tetapi bisa jadi bukan soal waktu. Mungkin masalah kemauan. Bukankah bila ada kemauan selalu ada jalan?

Tapi tidak sejuga semuanya muncul dalam status.

Leave a Comment