Profesor Koesnadi Hardjasoemantri secara lebih kongkret memilih hukum tata lingkungan, yang secara konsep mengatur penataan lingkungan guna mencapai apa yang disebut sebagai keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun lingkungan hidup sosial budaya. Bidang garapannya meliputi tata ruang, tata guna tanah, tata cara peran serta masyarakat, tata cara peningkatan dan pelestarian kemampuan lingkungan, tata cara penumbuhan pengembangan kesadaran masyarakat, tata cara perlindungan lingkungan, tata cara ganti kerugian, pemulihan lingkungan, dan penataan konsep keterpaduan pengelolaan lingkungan hidup. Sementara hal-hal yang secara lebih terperinci ditangani oleh aspek lainnya dari hukum lingkungan seperti hukum Kesehatan lingkungan, hukum perlindungan lingkungan, hukum pencemaran lingkungan, hukum lingkungan transnasional/internasional, dan hukum sengketa lingkungan.
Pembagian ini juga diuraikan oleh Profesor Siti Sundari Rangkuti. Bagian-bagian hukum lingkungan yang disebutkan, meliputi hukum bencana (rempenrecht); hukum Kesehatan lingkungan (milieuhygienrecht); hukum sumber daya alam (recht betreffende natuurlijke rijkdommen) hukum konservasi (natural resources law); hukum pembagian ruang (recht betreffende de verdeling van het ruimtegebruik) atau hukum tata ruang; dan yang disebut hukum perlindungan lingkungan (milleubeschermingsrecht). Dasar kepentingan pembagian tersebut karena pengelolaan lingkungan berhadapan dengan hukum sebagai sarana pemenuhan kepentingan. Atas dasar itulah, hukum lingkungan yang terus berkembang, sebagian materinya sebagai bagian dari hukum administrasi (administratiefrecht) (Rangkuti, 2015).
Saat menyampaikan pidato pengukuhan guru besarnya bidang hukum lingkungan, Profesor Siti Sundari Rangkuti menyebut bahwa ruang lingkup hukum lingkungan berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Menurutnya, sebagai disiplin ilmu hukum yang terus berkembang, hukum lingkungan merupakan bagian hukum administrasi. Namun, hukum lingkungan mengandung pula aspek perdata, pidana, pajak, internasional, dan hukum tata ruang, sehingga tidak dapat digolongkan ke dalam pembidangan hukum klasik (Rangkuti, 1991).
Menyangkut tentang bagaimana potret keilmuan hukum lingkungan, Siti Sundari Rangkuti berpendapat bahwa hukum lingkungan mempunyai sifat terobosan dari mata kuliah-mata kuliah hukum tradisional, sehingga digolongkan ke dalam mata kuliah hukum fungsional. Dengan demikian, dari segi substansi, pembidangan hukum lingkungan harus terdiri atas: hukum lingkungan administrasi; aspek hukum lingkungan keperdataan; hukum lingkungan kepidanaan; aspek hukum lingkungan perpajakan; hukum lingkungan internasional yang berkembang menjadi disiplin tersendiri serta hukum penataan ruang (Rangkuti, 1991).
Satu hal lagi yang diingatkan Siti Sundari Rangkuti adalah posisi lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai yang sedang berlaku dan nilai-nilai yang akan berlaku di masa depan, serta dapat disebut “hukum yang mengatur tatanan hukum lingkungan”.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.