Kalender

Ketika awal tahun, kalender baru bertebaran. Ada yang bisa didapat dengan gratis, namun tidak jarang, banyak yang menjadikannya sebagai proyek baru. Namanya proyek kalender. Mencetak satu dua tidak membawa untung secara materi. Bayangkan bila yang …

Ketika awal tahun, kalender baru bertebaran. Ada yang bisa didapat dengan gratis, namun tidak jarang, banyak yang menjadikannya sebagai proyek baru. Namanya proyek kalender. Mencetak satu dua tidak membawa untung secara materi. Bayangkan bila yang dicetak ribuan, dengan pembiayaan yang berlipat. Bahkan sesama kantor pemerintah memiliki proyek cetak kalender masing-masing. Padahal dengan koordinasi yang baik, hal ini bisa disatukan penanganannya.

Selain masalah kalender, daftar tanggal merah juga menjadi catatan bagi banyak orang. Bagi bisnis tertentu, tanggal merah berkorelasi dengan tawaran bisnis yang menggiurkan –dalam berbagai bidang. Maka saat tanggal merah, orang mempersiapkan diri untuk mengisi tawaran-tawaran bisnis yang menggiurkan itu.

Sejumlah tanggal merah yang seharusnya menjadi catatan kita adalah momentum tertentu. Tanggal merah menjadi pengingat tentang sesuatu peristiwa yang pernah terjadi, yang mana dengan peristiwa itu, pertanyaan penting yang harus selalu mengiringi adalah seberapa besar tujuan berbangsa telah dicapai.

Inti dari semua momentum tak sekedar pada upacara bendera. Momentum harus menjadi ruang refleksi dan merenung. Ada satu pertanyaan penting muncul di benak yang semestinya harus selalu kita renung. Mengenai alasan apa sesungguhnya orang-orang mengikuti upacara. Pertanyaan semacam ini bisa saja dianggap berlebihan. Lebih-lebih pada masa buruk dulu, seandainya ada pertanyaan semacam ini, bisa berbahaya sekali. Orang-orang yang tidak ikut upacara pun akan mendapat masalah tersendiri. Masa itu, kehadiran orang dalam suatu upacara memperingati kemerdekaan begitu luar biasa. Fenomena ini tampak berbeda ketika masa sekarang sudah damai. Orang yang ikut upacara tampak menurun dari segi jumlahnya. Di lapangan tempat pelaksanaan upacara, menurunnya jumlah terasa sekali. Namun besar atau kecilnya jumlah orang yang ikut upacara, sejauhmana upacara itu kemudian dipahami dalam hati sanubari.

Seandainya banyak orang tidak bisa menjawab mengapa ikut upacara, maka barangkali ada sesuatu yang belum optimal dalam proses penyadaran dan pemahaman tujuannya hidup berbangsa. Misalnya penurunan jumlah masa sekarang dibandingkan dulu, bisa jadi karena tekanan, bukan karena kesadaran. Hal ini tentu harus diubah.

Jangan sampai, upacara yang diikuti itu hanya sebagai rutinitas semata. Setiap tanggal-tanggal tertentu, semua orang, terutama anak sekolah dan pegawai –yang diwajibkan oleh instansi masing-masing, hanya ikut upacara karena ada ancaman absen. Bagi pegawai akan dipotong tunjangan, dan semacamnya. Aparatur dianggap tidak disiplin bila tidak ikut upacara. Sedangkan hakikat dari upacara itu sendiri, banyak yang tidak tahu. Sekiranya terjadi kondisi yang demikian, sudah seharusnya kita menyadarkan kembali.

Jangan sampai seperti 25 tahun lalu, guru datang sedari pagi ke sekolah, mendampingi mobil-mobil yang dikirim ke sekolah untuk dipenuhi. Entah siapa yang sediakan. Yang jelas, mobil-mobil yang datang harus dipenuhi oleh siswa dan para pemuda kampung, untuk datang ke lapangan.

Hakikat upacara harus dipahami sebagai momentum untuk memahami hakikat kemerdekaan. Kondisi merdeka yang direbut dengan susah payah, dengan pengorbanan jiwa, raga, dan harta yang tidak sedikit, yang kemudian dirasakan oleh anak cucu. Ikut upacara juga harus menjadi ruang penyadaran bahwa penjajahan adalah sesuatu yang tidak berperikemanusiaan. Pada saat yang sama, kemerdekaan selain sebagai proses perjuangan, juga sebagai rahmat dari Pencipta.

Pada dasarnya orang-orang yang secara hakikat memahami tujuan ikut upacara, maka tidak ada lagi kejahatan dan pelanggaran yang akan dilakukan. Kehidupan yang dicita-citakan adalah kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Mencapai target ini bukan sesuatu yang gampang. Komitmen untuk selalu berbuat baik adalah salah satu jalannya. Demikianlah antara lain hakikat yang harus dipahami.

Jangan sampai setiap momentum tertentu, orang-orang selalu hadir, tetapi melakukan dan terlibat dalam korupsi jalan terus. Berbagai kecurangan tidak berhenti. Menzalimi juga tidak berjeda. Menerobos lampu lalu lintas dengan fasilitas resmi. Arogan terhadap orang lain. Bila begini, maka berhenti berbasa basi.

Leave a Comment