UUPA dan MoU

Saya kira ada banyak catatan yang bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Yusril Ihza Mahendra, melalui Harian Republika, 12 Agustus 2023. Merujuk pada proses pembahasan aturan pelaksana dari UUPA, betapa banyak waktu yang dibutuhkan, dengan …

Saya kira ada banyak catatan yang bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Yusril Ihza Mahendra, melalui Harian Republika, 12 Agustus 2023. Merujuk pada proses pembahasan aturan pelaksana dari UUPA, betapa banyak waktu yang dibutuhkan, dengan jumlah pertemuan yang tidak sedikit. Padahal dengan logika lahirnya UUPA sebagai langkah kongkret mengartikulasikan MoU, harusnya akan dibentuk aturan pelaksananya dengan sukarela. Realitas empiris tidak memperlihatkan demikian. Untuk menyelesaikan apa yang harusnya hadir sebagai konsekuensi dari UUPA, butuh energi yang luar biasa untuk bisa mencapai titik temunya.

Saya menganggap UUPA itu sebagai bagian dari produk cinta –kalau kata ini netral untuk dipergunakan. Sesungguhnya menggambarkan cinta sebagai proses dari kembali menyelesaikan konflik dalam rangka pencapaian harmoni kebangsaan, seharusnya bukan sesuatu yang berlebihan.

Hukum yang lahir juga atas dasar sekaligus konsensus karena cinta, pada dasarnya hukum yang dipenuhi dengan keikhlasan dan kepentingan kebersamaan. Konsensus karena dilakukan dengan kesepahaman, lalu kesepakatan bersama. Bisa saja ia berawal dari kehendak sejumlah pihak, namun akhirnya menjadi sesuatu yang bisa diklaim sebagai milik bersama.

Berhukum dengan cinta, harus menjadi jawaban dari komitmen untuk menjaga dan merawat damai. Salah satu saluran menjaga dan merawat ini adalah memastikan semua yang menjadi konsensus –dalam bahasa lain dan dalam bentuk formal MoU – dan telah dikongkretkan dengan UUPA, harus dipastikan semua sudah dituntaskan dengan baik.

Untuk memahami keduanya (MoU dan UUPA), harus berangkat dari konsep dasar hukum (dan berhukum). Untuk semua kepentingan dari hukum tersebut, termasuk bagaimana hukum harus mematikan bagi kebahagiaan rakyatnya, maka berangkat dari konsep hukumnya.

Kesadaran akan hukum dan cara berhukum tersebut sangat penting untuk selalu ada komitmen kembali ke konsep awal, jika dalam perjalanan melenceng atau berbeda dari konsensus. Bukan aib saat kembali kepada jalan yang benar sebagai konsensus tersebut.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment