Saya ingin mengawali kaitan antara apa yang tertulis dalam memorandum of understanding, sebagai kesepahaman bersama, berbeda daya berlakunya ketika ia ingin dibandingkan dengan undang-undang yang lebih kongkret. MoU tetap sebagai bentuk konsensus yang menjadi pegangan ketika peraturan perundang-undangan yang lebih kongkret bermasalah. Dalam hal ini membutuhkan kelegaan hati dan saling menghormati. Orang-orang yang menghargai sejarah pasti akan memanggil mereka yang memahami sejarah, ketika terjadi salah paham atau salah tafsir terhadap konsensus.
Apa yang ada dalam MoU, dikonkretkan dalam UUPA. Tanda tanya tetap saja muncul, misalnya apakah sebuah undang-undang yang berasal dari satu MoU sudah pasti sudah menampung semua hal? Sebagaimana sudah diungkapkan sebelumnya, memungkinkan ada kesenjangan antara apa yang diatur dalam MoU dan UUPA.
Kajian hukum menyebutkan betapa sulitnya konsensus tertentu diaplikasikan dalam pengaturan kongkret. Secara sosiologis pengaturan semacam ini mendapat banyak kendala, namun harus diselesaikan. Kerumitan membentuk UUPA dari basis MoU merupakan pengalaman Aceh dalam NKRI yang sangat bernilai, karena UUPA harus menjamin tertampung dari apa yang disepakati dalam MoU.
Atas dasar itulah, MoU dan UUPA harus dilihat secara bersamaan. Keduanya berhubungan erat dan tidak mungkin dipisahkan. Dalam konteks bagaimana hubungan tersebut, paling tidak kita bisa pastikan dengan merujuk pada dua kunci yang selalu harus diingat (dan ini tersurat dalam konsiderans UUPA), yakni: Pertama, bencana yang melahirkan kesadaran untuk perwujudan perdamaian dalam NKRI. Kesadaran ini melahirkan komitmen penyelesaian konflik berkelanjutan “hitam di atas putih” melalui sebuah MoU yang dilanjutkan dengan pembentukan UUPA. Kedua, ihwal UUPA juga harus mengkonkretkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan dan upaya pelaksanaan pembangunan di Aceh untuk dapat sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan serta pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi manusia.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.