Simbol dan Perilaku

Sepanjang waktu, dalam hidup manusia, sadar atau tidak, selalu bermuatan simbol-simbol. Hal yang kita lakukan saat berinteraksi dengan orang lain, tidak lepas dari berbagai simbol. Sejumlah konsensus dalam masyarakat, juga berwujud pada simbol-simbol. Orang luar …

Sepanjang waktu, dalam hidup manusia, sadar atau tidak, selalu bermuatan simbol-simbol. Hal yang kita lakukan saat berinteraksi dengan orang lain, tidak lepas dari berbagai simbol. Sejumlah konsensus dalam masyarakat, juga berwujud pada simbol-simbol. Orang luar tidak selalu paham apa yang terjadi dalam masyarakat tertentu. Termasuk sebagian “orang dalam”, bisa jadi merasakan hal yang sama.

Ketika berbicara simbol, proses pengerucutan bisa dilalui secara formal, tetapi sebagian besar melewati jalur informal. Konteks informal ini, dikaitkan dengan cara berpikir struktur. Sebab sesuatu yang disepakati dalam masyarakat, walau dengan cara mereka sendiri, pada dasarnya juga formal (menurut mereka).

Terkait dengan struktur, ada satu simbol dalam kehidupan kita, umumnya terkait rambu lalu lintas. Beberapa hari yang lalu, saya duduk dengan sejumlah teman yang sama-sama sedang istirahat. Satu pertanyaan menarik yang muncul tiba-tiba mengenai rambu-rambu yang ada di sepanjang jalan raya. Pertanyaan sederhananya, apakah semua orang yang menggunakan jalan raya mampu menafsirkan lambang-lambang yang ada dalam rambu itu? Kalau tidak mampu, bukankah orang tersebut akan berhadapan dengan ancaman hukum? Lantas apa yang sesungguhnya harus dilakukan negara agar pengendara benar-benar memahami rambu-rambu di jalan raya tersebut?

Konteks tiga hal di atas, tampak relasi kuat antara rambu, bahasa, dan perilaku. Rambu sebagai perlengkapan jalan, membutuhkan bahasa untuk memahaminya, yang tujuannya adalah perilaku manusia. Orang harus mematuhi rambu lalu-lintas, tidak saja karena berimplikasi kepada keselamatan bersama, melainkan juga ancaman hukuman atau denda yang akan didapat oleh para pelanggarnya. Dengan demikian, perbaikan perilaku yang diwajibkan melalui ketaatan terhadap rambu, sangat ditentukan oleh bahasa sebagai penjelasannya.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment