Saya ingin melihat soal pageue gampong. Sebagian pihak melihat maknanya dalam konsep yang sangat sempit. Seolah ia hanya berbicara soal bagaimana memagari gampong dalam makna teks. Padahal makna ini, seharusnya konteks dan luas.
Makanya, sebagai konsep kultural, jika pub dilahirkan berbagai kebijakan yang memadukan pagar kampung seyogianya juga diharapkan jangan kontraproduktif. Ketakutan kita terhadap apa pun dalam ruang sosial, juga harus terukur dalam memperlakukan orang lain siapa pun dengan baik. Bukankah tidak ada orang yang rela tubuhnya menjadi bagian dari korban kejahatan? Dengan demikian, jika ada orang-orang yang terindikasi bersentuhan dengan kejahatan dan perilaku buruk, idealnya harus ada yang melakukan penanggulangannya dengan baik agar bisa mengembalikan suasana ke semula.
Hal lain yang juga penting adalah saling menjaga dari masing-masing kita. Orang-orang yang terkena dan menjadi korban kejahatan, juga tidak boleh menutup diri yang akan berdampak pada banyak orang di sekitarnya. Jangan sampai gara-gara kita tidak mau memberi informasi, membuat orang lain turut jadi korban yang lebih besar. Makanya harus bersedia berkomunikasi dan menyampaikannya kepada pimpinan kampung.
Saya berharap konsep ini tidak hanya diterapkan sebagai pengontrol teritori kampung kita. Tidak selesai jika hanya bertumpu pada pembatasan orang keluar masuk. Kerelaan untuk hidup saling terbuka sangat penting dalam menangani berbagai kejahatan dan potensinya. Semua kita harus bisa saling membantu dalam menyelesaikan masalah yang dampaknya sangat luas bagi semua sektor kehidupan. Tidak hanya lokal dan nasional, melainkan juga global.
Saya yakin dengan keterbukaan, kerelaan, kebersamaan, dan saling membantu, pada akhirnya akan mempermudah proses memutus mata rantai ini. Semuanya harus berkonstribusi dalam menyelesaikan masalah ini dengan cepat. Pada akhirnya, dari wilayah kecil, akan berdampak aman bagi teritorial yang lebih luas.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.