Hukum Orang Awam

Ketika awal-awal kuliah, seorang mahasiswa pasti mendapat pengetahuan hukum tentang bagaimana ragamnya seseorang dalam memahami hukum. Ada orang yang memahami hukum melalui petugas, sehingga yang disebut sebagai hukum oleh yang bersangkutan adalah petugas. Demikian juga …

Ketika awal-awal kuliah, seorang mahasiswa pasti mendapat pengetahuan hukum tentang bagaimana ragamnya seseorang dalam memahami hukum. Ada orang yang memahami hukum melalui petugas, sehingga yang disebut sebagai hukum oleh yang bersangkutan adalah petugas. Demikian juga yang memahami hukum melalui rambu dan simbol, maka hukum yang diyakininya adalah rambu dan simbol tersebut.

Cara memahami hukum di atas, adalah cara paling awam bagaimana seseorang memaknai hukum. Cara semacam ini seharusnya tidak ada lagi dalam masyarakat yang sudah maju dan sudah bisa membedakan antara hak dan kewajiban. Ironisnya, ternyata realitas ini masih ada sekeliling kita. Misalnya, karena yang dipahami hukum melalui petugas, setiap lampu lalu lintas diterobos hanya alasan tidak ada petugas di sana.

Kadangkala struktur bisa menjadi masalah tersendiri dalam menggunakan jalan. Ketidaktaatan struktur pada rambu-rambu lalu lintas, misalnya, menjadi contoh yang tidak baik dalam hukum. Dengan alasan standar prosedur, tidak semua pejabat berkenan berhenti pada setiap lampu lalu lintas. Belum lagi mobil-mobil dinas yang dimiliki oleh struktur yang dibiayai oleh negara, belum semua bisa menjadi contoh yang baik bagi rakyatnya. Termasuk menjadi contoh bagi cara pandang hukum versi masyarakat awam, yang seharusnya dinampakkan dengan keteladanan.

Saya membayangkan jika semua kendaraan dinas dilatih agar menjadi contoh yang baik dalam berlalu lintas, efeknya bagi masyarakat awam akan luar biasa. Berapa banyak kendaraan dinas yang jika didayagunakan untuk tertib berlalu lintas, keteladanan ini akan dahsyat sekali dampaknya. Entahlah mungkin masih menjadi mimpi.

Saya jarang ke luar negeri. Sesekali mendengar kolega saya dari luar negeri, membuat saya miris. Di tempat orang, struktur yang melanggar lalu lintas–yang berarti melanggar hukum, justru akan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dibandingkan masyarakat biasa. Kapan kita akan sampai pada titik itu?

Inilah yang saya sebut dengan mentalitas. Orang-orang yang melanggar hukum bukan lagi karena mereka takut dengan penegak hukum, melainkan tidak mau merampas hak orang lain yang juga berhak menggunakan jalan raya. Pada posisi ini, orang sudah pada titik malu pada diri sendiri ketika tidak berlaku sesuai etika berlalu lintas.

Pengetahuan ini yang harusnya tertanam kuat pada struktur hukum kita. Orang-orang yang bertugas melayani rakyat, harus memberi contoh yang baik bagi orang banyak. Bukan justru sebaliknya. Mengapa struktur justru menambah beban cara berhukum kita? Kondisi ini, hanya bisa dijawab oleh mereka yang berada di jajaran pengambil kebijakan. Khususnya kebijakan hukum.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment