Derita dari Bencana

Dari kemarin, beredar hasil satu riset tentang mengapa banjir di Indonesia menjadi lebih sering terjadi dan kian parah. Riset multidisiplin yang dikerjakan tim gabungan dari University of Gottingen, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Badan Meteorologi, …

Dari kemarin, beredar hasil satu riset tentang mengapa banjir di Indonesia menjadi lebih sering terjadi dan kian parah. Riset multidisiplin yang dikerjakan tim gabungan dari University of Gottingen, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengungkapkan, perluasan perkebunan monokultur, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, menyebabkan banjir lebih sering dan makin parah. Peningkatan frekuensi dan keparahan banjir terkait proses ekohidrologi dan sosial yang saling mempengaruhi, termasuk degradasi tanah di arena pertanian monokultur, perluasan perkebunan kelapa sawit di area lahan basah.

Riset ini sendiri sudah dipublikasikan pada jurnal Ecology and Society edisi Agustus 2020 –lima tahun yang lalu. Bukan itu saja, dengan gambaran yang sudah ada sejak lima tahun lalu, harusnya ia menjadi catatan dalam pengambilan berbagai kebijakan di negara ini.

Dalam hal ini, faktor manusia terkait alih fungsi lahan sehingga mengurangi daya serap tanah, menjadi salah satu sebab banjit penting. Secara akuntabilitas, setiap alih fungsi sesungguhnya bisa ditelusuri bagaimana proses dan kebijakan yang dilahirkan. Dengan penelusuran tersebut, dalam konteks bencana dan dampaknya, bisa ditentukan apakah pengambil kebijakan melakukan dengan tepat atau sebaliknya: melakukan sesuatu yang buruk. Maka apapun, setiap pengambil kebijakan harus mempertanggungjawabkan apa yang diambilnya.

Kondisi ini termasuk di Aceh, kini. Melihat sejumlah hasil jepretan drone di lokasi-lokasi hutan yang sudah gundul, lalu bertambahnya secara masif lahan-lahan sawit yang terindikasi diberikan secara legal, memperlihatkan kondisi Aceh yang ngeri dan terancam pada masa depan. Belum lagi soal bagaimana gelondongan yang ditemukan bersama banjir. Kayu-kayu yang hanyut bersamaan dengan betapa banyak harta kekayaan manusia yang hancur dan hanyut bersamanya.

Ujung jembatan yang rusak, dipenuhi potongan pohon. Apa yang hanyut dalam perkampungan bersama banjir, harus dianggap sebagai satu hal serius yang terjadi di tanah Aceh. Lahan-lahan lindung dan penyangga, yang sudah berubah menjadi lahan sawit, menjadi jalan masuk untuk melihat lebih jauh apakah jalan itu dilakukan dengan legal atau tidak. Jangan-jangan dilakukan berdasarkan izin yang didapat dengan jalur legal. Pengambil kebijakan melakukan alih fungsi secara jor-joran, dan mesti ada pertanggungjawabannya.

Jangan kita biarkan jutaan orang merasakan dampak berlebih dan mengerikan akibat berbagai kesalahan sengaja dan terstruktur yang dilakukan manusia serakah.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment