Kesempatan kedua saya mengenal Capra, dan saya semakin terpesona, selalu mendengar nama ini dalam kuliah-kuliah guru saya, Prof. Dr. Satjipto Rahardjo (dikenal sebagai begawan hukum progresif). Saat kuliah magister tahun 2008, saya hanya berkesempatan ikut kuliah bersama. Saat itu, Prof. Tjip hanya mengajar di program doktoral dan program sarjana. Soal deep ecology itu nyaris diulang-ulang dalam sejumlah kesempatan. Bahkan saat membaca gagasan hukum progresif, soal ini juga dibahas secara detail. Prof. Tjip yakin bahwa kehidupan yang dilihat dengan deep ecology ini, harus melibatkan semua entitas di kehidupan ini –dengan tanpa ada yang tercecer—mulai dari organisme, sistem sosial, dan lingkungan. Itulah yang disebut holistik. Saat semua ruang kehidupan dilihat dalam terhubung sebagai satu kesatuan.
Fitjof Capra memetakan bagaimana pada masa depan semua permasalahan saling terkait satu sama lain. Capra menggunakan ’ecology’ sebagai cermin bahwa ekosistem harus dilihat dengan holistik–bahwa cara pandang baru terhadap sesuatu masalah, tidak bisa dilepaskan dengan masalah lain yang selalu berkaitan dengannya. Cara pandang ini kemudian dipadukan saling berhubungan dengan proses pemahaman, penjelasan, hingga pemecahan masalah.
Saya tertarik pada cara Capra mempermasalahkan soal gagalnya para pemimpin kita dalam melihat berbagai masalah yang muncul secara berkait-hubung satu sama lain. Dan posisi semacam ini, oleh Capra dianggap secara lebih keras: cara pemimpin kita dalam melupakan generasi-generasi masa depan. Dalam konteks cara berpikir sistemik, sesungguhnya mereka sedang membunuh kita pelan-pelan (Capra, 1997).
Saya takut sekali, ketika membaca Capra, seperti sedang mendengar bagaimana perintah ibu kepada anak-anaknya untuk bersiap-siap ketika awan menggumpal hitam di selatan. Ibu saya, tentu tidak pernah membaca Capra. Tapi karena imun dan tak mau tahu, daya tangkap seorang ibu yang secara terhubung melihat relasi, jika ini maka itu, jangan-jangan kita sedang melupakan generasi masa depan. Apalagi kalau secara tidak terjaga akuntabilitas kebijakan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam, kita sedang berada dalam –apa yang disebut Capra—menunggu terbunuh secara pelan-pelan.
Saya ingin menyebut ini terkait “yang memulihkan”. Bisa saja terlalu jauh jika bicara ekologi. Energi ini, mudah-mudahan akan membangunkan kita dari tidur panjang untuk selalu peduli terhadap lingkungan –dan kebijakan yang lahir atas namanya. Jangan biarkan kita memiliki imun yang kuat dalam urusan lupa.
Entah kapan kita akan terjaga dari imun ini. Kita akan memberi waktu untuk mengawas berbagai kebijakan yang terkait dengan kehidupan kita. Alam ini, tentu bukan milik sekelompok orang yang memegang kekuasaan. Ragam dampak dari kerusakan alam, pasti milik kita. Kita sedang berada dalam ruang kehidupan itu.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.