Dua tahun yang lalu, 2023, saat berkunjung ke Aceh, Profesor Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan bagaimana idealnya otonomi khusus dalam Harian Republika, 12 Agustus 2023. Saat itu, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan, “…permasalahan UUPA jangan dipendam terlalu lama, jika ada persoalan maka harus segera diperbaiki, kepada pemerintah pusat diharapkan tidak membuat UU yang menabrak UU Otonomi Khusus.” UUPA yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Sejumlah kata di atas, antara lain menggambarkan bagaimana kondisi idealnya. Namun hal ini masih jauh dalam realitas. Daerah seperti Aceh sebagai daerah pascakonflik, masih harus berhadapan dengan banyak masalah –termasuk dalam realitas regulasi yang bisa rumit secara politik.
Sejumlah kajian pascakonflik –apalagi konflik bersenjata yang menahun—butuh waktu untuk kembali ke kondisi sedia kala. Bukan soal mudah untuk menyelesaikan konflik. Butuh kerja keras juga untuk merawat perdamaian yang sudah dicapai. Soal pemulihan konflik tidak saja soal reintegrasi, melainkan termasuk bagaimana perempuan yang menjadi korban mendapat perhatian dalam penyelesaiannya. Dalam artikel yang ditulis Ulfah, Fedryansyah, & Nulhaqim (2022) pada Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, berjudul, “Inong Balee dan Pemulihan Pascakonflik di Aceh: Analisis Teori Kekerasan Johan Galtung”.
Ada banyak hal yang mesti mendapat perhatian, untuk daerah yang sudah mengakhiri konflik. Ada hal tertentu yang bisa sangat serius, dilihat orang lain sederhana. Sebaliknya, ada saja yang sangat sederhana, kadang kala dilihat secara serius. Makanya penulis seperti Ocktaviana & Kamaruzzaman, dalam artikelnya, mengingatkan “Women, Peace, and Security Agenda in Aceh, Indonesia”, mengingatkan peran perempuan dalam merawat serta membangun perdamaian dan keamanan, pada dasarnya juga nyata dan tidak mungkin diabai. Hal yang sama diungkapkan dalam artikel lainnya yang ditulis Azizah, Hidayahtulloh, Perwita, & Maksum (2021) dalam artikel yang berjudul “ ‘Velvet Triangles’ in Women, Peace and Security Agenda in Indonesia.”
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.