Berdasarkan referensi utama bahan ajar mata kuliah umum pendidikan kewarganegaraan, disebutkan bahwa yang disebut Wawasan Nusantara merupakan wawasan nasional (national outlook) bangsa Indonesia. Wawasan nasional sendiri merupakan cara pandang bangsa terhadap diri dan lingkungan tempat hidup bangsa yang bersangkutan. Cara bangsa memandang diri dan lingkungannya tersebut sangat mempengaruhi keberlangsungan dan keberhasilan bangsa itu menuju tujuannya. Bagi bangsa ini, Wawasan Nusantara telah menjadi cara pandang sekaligus konsepsi berbangsa dan bernegara. Ia menjadi landasan visional Bangsa Indonesia. Konsepsi Wawasan Nusantara, sejak dicetuskan melalui Deklarasi Djuanda tahun 1957 sampai sekarang mengalami dinamika yang terus tumbuh dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara (Nurwardani, Saksama, Winataputra, & Budimansyah, 2016).
Deklarasi Djuanda dicetuskan seorang tokoh bernama Djuanda Kartawidjaja yang memberikan arti bagi Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dan nusantara sebagai satu kesatuan yang utama memberikan pandangan tersendiri terhadap dunia bahwa negara yang terdiri dari banyak pulau punya keudalatan penuh atas pulau dan perairan yang ada di sekitarnya (Tsauro, 2017).
Deklarasi Djuanda disampaikan tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi ini melahirkan konsep Wawasan Nusantara dalam makna geopolitik, ia menekankan pada pentingnya kesatuan dan keutuhan wilayah kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan geografis, politis, ekonomis, dan budaya. Konsep ini pula yang menekankan pentingnya kesatuan dalam keragaman Indonesia yang terdiri atas suku, budaya, bahasa, dan pulau.
Pada tahun 2022, Harian Kompas menulis hal penting tentang aspek trigatra dan pancagatra dalam Wawasan Nusantara (Adryamarthanino & Nailufar, 2022). Sejumlah media online lain ada mengulas terkait aspek yang sama dalam sejumlah bahasan (Rosa, 2022; Krisnawati, 2023).
Wawasan Nusantara merupakan konsep geopolitik di Indonesia yang menekankan akan pentingnya pemahaman dan pemanfaatan mengenai sumber daya alam, budaya, serta potensi yang ada (Santoso, Prawesti, Wulandari, Sodiq, & Puspita, 2023). Dalam konteks geopolitik, ia tak berhenti pada konsep, melainkan harus menjadi pedoman dalam setiap kebijakan maupun Tindakan seluruh elemen bangsa.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.