Hukum Perspektif Realitas

Ada dua perspektif yang dikenal dalam memandang hukum, yakni hukum dalam perspektif normatif dan hukum dalam perspektif realitas. Perspektif normatif lebih melihat hukum dalam makna peraturan perundang-undangan. Satu lagi, melihat hukum secara lebih luas, sebagai …

Ada dua perspektif yang dikenal dalam memandang hukum, yakni hukum dalam perspektif normatif dan hukum dalam perspektif realitas. Perspektif normatif lebih melihat hukum dalam makna peraturan perundang-undangan. Satu lagi, melihat hukum secara lebih luas, sebagai subsistem yang terkait dengan berbagai subsistem lainnya.

Idealnya dalam membicarakan hukum, apalagi hukum terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, seyogianya tidak berbatas pada peraturan perundang-undangan semata. Ia harus dilihat lebih luas, mencakup juga bagaimana hukum berelasi dengan berbagai subsistem yang ada.

Terdapat dua tantangan sekaligus implikasinya ketika hukum hanya berhenti pada cara pandang itu. Pertama, dari segi pembentukannya yang tidak steril dari aroma pengaruh politik. Pembentuk hukum sering berdalih bahwa semuanya berbasis pada jiwa bangsa. Hukum dibentuk berdasarkan saripati oleh kaum politik. Akan tetapi realitasnya, hukum dalam makna demikian dalam pembentukannya melewati berbagai proses traksaksi yang berlangsung di belakang meja, maupun terang-terangan. Bahkan termasuk hukum yang terkait dengan sumber daya alam, memiliki tantangan lebih besar akibat pihak yang terlibat dan berkepentingan dengan bidang ini lebih banyak.

Kedua, hukum yang tidak dikaitkan dengan pengaruh subsistem ekonomi, sosial, politik, bahkan budaya, tampaknya mengingkari realitas yang tidak terbendung. Berbagai faktor nonhukum sepertinya tidak bisa diketam pengaruh relasinya terhadap hukum. Dengan demikian, apa yang disebut salah satu aliran hukum bahwa hukum sebagai konsep yang steril, masih bisa diperdebatknya dalam konsep apalagi konteksnya.

Dua hal di atas bagi saya sangat penting, untuk melihat bagaimana hukum dan pemaknaannya dibangun. Penegasan ini yang juga penting terkait dengan apa yang tulis ini. Ketika berbicara bagaimana sumber daya alam harus dikelola secara tepat dan cepat, ia turut ditentukan oleh bagaimana hukum itu dibentuk dengan segenap kontestasi di dalamnya, serta ihwal bagaimana hukum itu dimaknakan.

Dengan demikian, dua hal harus dilihat. Teks hukum adalah satu hal, kemudian pemaknaan adalah satu hal yang lain lagi. Di dalam kampus hukum, proses pemaknaan juga terfokus pada aliran tertentu saja yang dominan, yakni pemaknaan teks.

Dalam melihat sumberdaya, teks hukum dan pemaknaan mau tidak mau akan terkait. Untuk hal yang tampak saja, misalnya bagaimana jumlah penduduk yang menentukan konteks pengelolaan sumber daya yang ada.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment