Instrumen Pengawasan dan Perizinan

Salah satu hal yang diatur dalam UU PPLH ini adalah upaya preventif pengendalian dampak lingkungan hidup, yang dilaksanakan melalui pendayagunaan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, …

Salah satu hal yang diatur dalam UU PPLH ini adalah upaya preventif pengendalian dampak lingkungan hidup, yang dilaksanakan melalui pendayagunaan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi.

Melalui UU PPLH dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain. Selain itu, dalam UU PPLH juga mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupun hukum pidana. Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan  dan di dalam pengadilan.  Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalam pengadilan meliputi gugatan perwakilan kelompok, hak gugat organisasi lingkungan, ataupun hak gugat pemerintah. Melalui cara tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masa depan.

Khusus terkait penegakan hukum pidana, UU PPLH ini memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, adanya perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan.

Berdasarkan artikel seorang hakim, Kukuh Subyakto, menyebutkan azas ultimum remedium adalah azas dalam hukum pidana, dimana pemidanaan atau sanksi pidana adalah alternatif atau upaya terakhir dalam penegakan hukum, termasuk penegakan hukum di bidang lingkungan hidup (Subyakto, 2015). Dengan demikian, asas ini dalam penegakan hukum pidana hanya digunakan sebagai upaya terakhir setelah upaya lain (antara lain perdata, administrasi, atau penyelesaian di luar pengadilan seperti mediasi) tidak berhasil. dengan demikian, dapat dipahami, jika suatu masalah dapat diselesaikan melalui jalur lain (nonpidana), harusnya lebih didahulukan sebelum menggunakan hukum pidana.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment