Lingkungan sebagai Alat Pemuas

Apa yang digelisahkan Edith Brown Weiss, secara tajam mengaitkan bagaimana sumber daya alam hanya dijadikan alat pemuas bagi memenuhi kebutuhan manusia. Pilihan ini didukung oleh cara pandang yang memungkinkan hal tersebut dilakukan dalam kenyataan. Alasan …

Apa yang digelisahkan Edith Brown Weiss, secara tajam mengaitkan bagaimana sumber daya alam hanya dijadikan alat pemuas bagi memenuhi kebutuhan manusia. Pilihan ini didukung oleh cara pandang yang memungkinkan hal tersebut dilakukan dalam kenyataan. Alasan penguat inilah sebagai alasan dan alam dieksploitasi secara kejam. Pelaku berharap akan seimbang dengan kondisi kesejahteraan manusianya. Padahal negara-negara yang memiliki sumber daya alam yang tinggi, tidak serta-merta membuat kondisi kesejahteraannya membaik.

Kajian-kajian yang memperlihatkan sumber daya alam sebagai kutukan, sudah menerangkan bagaimana keberadaan kekayaan alam tidak menjamin selaras dengan kesejahteraan orang-orang di dalamnya. justru dalam kenyataan yang terjadi sebaliknya. Orang-orang yang hidup dalam negara yang kaya sumber daya, kerap merasakan derita yang lebih berat akibat bencana yang timbul dari proses eksploitasi sumber daya alam secara serampangan.

Alam semesta hanya dipandang sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia. Itulah yang dimaksud secara kontekstual yang dirujuk pada cara pandang dalam filsafat yang disebut antroposentris (+isme). Soal posisi cara pandang filsafat ini diperdebatkan. Akar bahwa cara pandang antroposentris akan berakibat merusak, tidak serta diterima manusia secara umum. Pandangan manusia sebagai pusat dan subjek di alam, menjadi alasan cara pandang ini memiliki kontribusi dalam merusak alam akibat perilaku eksploitatifnya yang dipandang sebagai wajar dan hak.

Debatnya adalah bagaimana soal pentingnya lingkungan bagi manusia dimaknai. Aliran yang disebutkan di atas –yang lebih dalam dijelaskan dalam buku A. Sonny Keraf yang telah dikutip pada bagian awal: buku berjudul Etika Lingkungan—dikritisi oleh aliran yang ingin berbicara lingkungan secara holistik.

Semua orang akan menyebut betapa penting lingkungan bagi mereka. Namun akan berbeda dalam hal menentukan bentuknya kongkretnya. Ada sebagian yang berpikir bahwa manusialah yang paling otorittaif dan berkuasa menentukan segalanya terkait alam dan lingkungan. Sebagian yang lain menyebut, bahwa alam dan lingkungan juga harus mendapat tempat seperti halnya manusia.

Cara pandang ini akan berseturu. Secara akademis, isu dan pikiran terus beradaptasi dengan realitas. Sedangkan alam kepentingan, akan membungkusnya seolah-olah satu hal yang dipikirkan, sama seperti semua orang lainnya berpikir tentang sesuatu: termasuk lingkungan.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment