Tekanan dalam manajemen penegakan hukum sangat penting dalam mencapai tujuan hukum antikorupsi. Selain itu, pengembangan budaya antikorupsi juga bukan sesuatu yang bisa ditunda. Perlu dukungan publik karena sikap permisif dan apatis telah mendorong keserakahan menjadi semakin terbuka (Astuti, 2013). Lebih jauh, kondisi ini juga mendorong apa yang digambarkan Denny Indrayana dengan istilah “negeri para mafioso” menjadi kondisi yang semakin nyata dan gila-gilaan (Indrayana, 2008).
Ranah yang berbeda, pengembangan budaya sangat penting dalam menangkal tindakan korupsi. Dengan kata lain, moral sangat penting di dalam masyarakat. Ada tiga aspek penting dalam menangkal korupsi, yakni aspek struktur sosial, yuridism dan aspek etika atau akhlak. Aspek struktur sosial berbicara soal sikap konsisten yang dibutuhkan, seperti ada perlawanan terhadap korupsi. Aspek yuridis terkait penegakan hukum yang harus dipastikan tidak diskriminatif [dalam cara berpikir Marx, semakin tinggi kelas seseorang sebagai lapisan sosial dalam masyarakatnya, semakin besar pula orang itu mendapatkan keistimewaan di dalamnya]. sedangkan aspek etika atau akhlak berbicara tentang betapa rasa malu akibat korup sangat penting dimiliki oleh manusia (Astuti, 2013; Kumorotomo, 2002).
Apa yang disebut sebagai permisif, sesungguhnya bisa didorong baik dari struktur maupun kultur. Pembiaran kondisi lemahnya hukum dan penegakan hukumnya, pada akhirnya akan membuat publik semakin tidak peduli. Apalagi jika ada kasus yang mana orang-orang kritis dan menyokong data dari perilaku koruptif, justru bermasalah dalam ranah hukum.
Kondisi di atas harus perbaiki oleh manajemen dalam penegakan hukum. Struktur tidak boleh diisi orang-orang yang korup –yang jejaknya bukan sesuatu yang sulit ditelusuri—dan punya rekam jejak tidak baik. Kondisi ini, jika dibiarkan akan sampai pada sikap permisif dan toleran terhadap Tindakan korupsi. Bahkan lebih jauh, bukan hanya pada sikap permisif dan toleran saja, justru orang-orang sudah mulai mempromosi sesuatu yang bisa dianggap yang korup. Salah satu contohnya, mengadakan acara-acara yang berbau kultural dalam rangka menyambut orang-orang yang di sekitar mendapat jabatan. Agenda kultural tersebut dimaksudkan sebagai jalan untuk mempermudah mendapat fasilitas dari pejabat dan jabatan publik.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.