Mengembangkan Meunasah sebagai Universitas

Suatu kali, saya mendapat undangan diskusi buku saya: Meunasah sebagai Universitas. Buku ini bagi saya sangat penting. Taktis dan strategis. Secara taktis, karena setiap gampong terdapat satu meunasah. Bahkan untuk gampong yang sangat luas, bisa …

Suatu kali, saya mendapat undangan diskusi buku saya: Meunasah sebagai Universitas. Buku ini bagi saya sangat penting. Taktis dan strategis. Secara taktis, karena setiap gampong terdapat satu meunasah. Bahkan untuk gampong yang sangat luas, bisa memiliki satu meunasah tambahan –walau ini tidak cocok disebut sebagai meunasah. Satu gampong hanya satu meunasah untuk menegaskan satu kesatuan. Secara strategis, karena memungsikan meunasah akan sangat bermanfaat bagi masa depan, terutama generasi muda bangsa.

Berbagai masalah yang muncul di gampong, di kemudian hari akan menjadi beban bagi masyarakat di gampong tersebut. Ketika masalah tidak mampu diselesaikan, ia akan terus membesar dan pada akhirnya menjadi petaka sosial. Pada taraf ini, ia sudah menjadi bencana sosial yang akan menganggu keseimbangan warga dalam suatu gampong.

Meunasah idealnya berperan strategis dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di gampong. Pada titik ini, meunasah menjadi laboratorium dalam menyelesaikan berbagai masalah, yang idealnya juga menjadi pembalajaran bagi mereka yang bersosialisasi di gampong.

Atas dasar itulah, meunasah tidak sesederhana sebagaimana hanya menggambarkan keberadaan mushalla di tempat lain. Banyak orang salah mengira, seolah meunasah hanya untuk tempat shalat lima waktu. Padahal meunasah memiliki fungsi yang kompleks. Selain shalat lima waktu, meunasah juga digunakan sebagai sentral tempat sosialisasi batasan berperilaku di gampong. Melalui meunasah, warga satu gampong saling mengenal. Maka ketika ada warga yang tidak dikenal oleh warga lainnya dalam satu gampong, untuk menjadi pertanda ada masalah di gampong yang bersangkutan.

Fungsi lain dari meunasah, adalah mendidik pendidikan agama anak-anak. Meunasah berbagi kapling dengan dayah. Bila usia anak-anak ditangani meunasah, maka usia remaja seorang anak akan meudagang –sebagai konsep menuntut ilmu—di dayah, yang umumnya tidak di gampongnya sendiri.

Satu hal yang sangat penting bahwa meunasah menjadi tempat menyelesaikan problem di gampong.  Dari pendidikan sampai agama, dari kemiskinan sampai kreativitas pemuda, semua dikontrol melalui aktivitas-aktivitas meunasah. Bisa dibayangkan ketika aktivitas itu timpang dan tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka implikasinya sangat luas. Orang Aceh harus berfikir bahwa ketika meunasah tidak lagi digerakkan untuk mempersiapkan anak-anak mengaji –sebagai fondasi akidahnya—maka tidak usah menunggu lama untuk menunggu implikasi sosial yang akan muncul di kemudian hari.

Dengan bertopang pada konsep laboratorium di atas, maka generasi Aceh idealnya mendapatkan pelajaran secara langsung dalam ruang sosialnya. Mereka akan mendapatkan gambaran apa yang baiknya dilakukan –proses sosialisasi—dalam bermasyarakat di gampong. Konsep inilah yang secara luas mesti mendapat perhatian dengan baik.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment