Optik Proses yang Utuh

Konflik Aceh dan proses penyelesaiannya, saya yakin harus dilihat secara utuh sebagai satu rangkaian yang saling bertautan. Artikel Kompas (8 Februari 2021) menyebutkan tiga fase konflik yang dilihat dalam proses penyelesaiannya. Termasuk adanya bencanas yang …

Konflik Aceh dan proses penyelesaiannya, saya yakin harus dilihat secara utuh sebagai satu rangkaian yang saling bertautan. Artikel Kompas (8 Februari 2021) menyebutkan tiga fase konflik yang dilihat dalam proses penyelesaiannya. Termasuk adanya bencanas yang mempercepat proses penyelesaian konflik yang sudah lebih tiga dekade. Selain itu, prosesnya juga melibatkan banyak pihak. Atas dasar itulah, tidak mungkin ada klaim seolah hanya beberapa orang saja yang berperan dalam menyelesaikan Aceh tersebut.

Kesadaran banyak pihak dan banyak faktor yang terlibat, sangat penting sebagai pemahaman bersama. Pemahaman ini akan berdampak pada kekuatan bersama untuk merawatnya dengan baik. Banyak catatan diberikan berkaitan upaya merawat damai, baik melalui buku maupun artikel-artikel jurnal. Hal ini menandakan pentingnya perdamaian yang dicapai dengan susah payah itu untuk dirawat dengan baik. Bahkan tahun 2012, Pustaka Larasan, ICAIOS, dan KITLV-Jakarta, menggarap satu buku penting, Aceh Pascatsunami dan Pascakonflik. Buku ini disunting oleh Patrick Daly R. Michael Feener Anthony Reid. Salah satu tulisan di dalamnya, Rizal Sukma, “Mengelola Perdamaian di Aceh: Tantangan Pemeliharaan Perdamaan Pascakonflik”, menyebut sejumlah tantangan kunci dalam upaya pemeliharaan perdamaiaan di Aceh, yakni: Pertama, implementasi pasal-pasal kunci dalam MoU yang belum dituntaskan. Kedua, perlu diciptakan mekanisme penyelesaian damai terhadap perbedaan-perbedaan dan konflik. Ketiga, perdamaian yang awet dan berkelanjutan hanya dapat dijamin oleh upaya-upaya sadar untuk menangani akar penyebab yang memicu konflik pada awalnya (Sukma, 2012).

Apa yang diungkapkan Rizal Sukma, juga ditegaskan oleh Yusril Ihza Mahendra. Sebagai ahli hukum tata negara, sebelum mendapat amanah sebagai Menteri Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia, ia menyebutkan bahwa UUPA masih banyak kekurangan di dalam pasalnya, tidak seluruh hasil kesepakatan Helsinki dapat tertuang dalam UUPA sekarang. Atas dasar itulah, UUPA masih sangat terbuka untuk dilakukan perbaikan. Peraturan ini merupakan salah satu lex spesialis dari semua UU di tingkat nasional (Putra, 2023).

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment