Para Penerobos Medan Sulit

Selalu saja hadir orang baik dalam setiap peristiwa. Guru saya menyebut, selalu ada orang pada eranya, atau setiap waktu ada orangnya. Dalam setiap bencana, orang-orang baik muncul. Orang-orang yang menggunakan mata hati, saat mengetahui ada …

Selalu saja hadir orang baik dalam setiap peristiwa. Guru saya menyebut, selalu ada orang pada eranya, atau setiap waktu ada orangnya. Dalam setiap bencana, orang-orang baik muncul. Orang-orang yang menggunakan mata hati, saat mengetahui ada orang yang menderita, lantas mereka merasa bagaimana penderitaan itu ada di pihaknya. Tidak heran, setiap bencana, ada orang jauh datang membawa harta yang dicintainya. Seorang anak Papua pedalaman, yang bermimpi ingin ke kota Jayapura di akhir semester, ketika libur, tetapi ia batalkan karena celengannya ia kasih kepada orang tuanya untuk disumbang ke Sumatera.

Saya memiliki sejumlah teman, yang setiap bencana, di Aceh atau di luar Aceh, selalu siap berangkat. Keluarganya juga mendukung. Bukan untuk gaya-gayaan. Ada masalah memahami derita yang membuat tubuhnya selalu bergerak. Tidak selalu orang memiliki semangat semacam ini. Apalagi untuk berangkat ke lokasi bencana, banyak hal yang akan dipikirkan. Tetapi mereka yang memiliki semangat menolong, semua penghalang akan dicari jalan keluarnya.

Ketika wilayah tengah Aceh masih terisolir –yang lambat laun berhasil dibuka pelan-pelan—sejumlah komunitas bergerak dengan berbagai cara. Komunitas motor trail, yang mencari celah lewat mana daerah tengah bisa ditembus. Pada jalur lain, ada komunitas double cabin –mobil-mobil yang harganya juga tidak murah; atau komunitas Land Rover, yang mencari jalan agar bisa tembus. Termasuk mereka berangkat dari wilayah terpencil, jalur sulit yang tidak mungkin dilewati dengan kendaraan biasa. Jika menelusuri sejumlah rute yang saling menghubung di Aceh, orang lapangan memiliki pengalaman dalam menempuh jalan-jalan tertentu.

Salah satu jalan yang terhubung ke Aceh Tengah dan Bener Meriah adalah lewat Pameue. Jalur ini dilalui melalui Kecamatan Geumpang (Kabupaten Pidie) –kecamatan sekitar 60 km dari jalan Banda Aceh-Medan. Jalan ke Geumpang sendiri tembus hingga ke Aceh Barat –walau sejumlah ruas rusak. Selain itu, ada komunitas lain yang juga bergerak dari arah Beutong (Kabupaten Nagan Raya) dan Babahrot (Aceh Barat Daya) ke Blangkejeren (Gayo Lues). Sejumlah penerbangan kemudian juga hadir untuk mengantar beras, melalui Bandar Udara Rembele.

Tujuan penerobosan itu, membawa berbagai bantuan untuk masyarakat yang terisolir. Berbagai medan yang rumit dan sulit, diterobos oleh mereka yang cinta terhadap manusia. Mereka yang menggunakan hati, dengan berbagai cara, berusaha untuk menghilangkan derita dari wilayah bencana. Semampunya. Mereka yang bergerak dengan fasilitas yang dipunyai, atau paling minimal, berdoa agar semua diberikan keselamatan.

Empati semacam itu, tidak dimiliki oleh setiap orang. Mereka yang memiliki kuasa, juga belum tentu memiliki empati dan simpati yang sepadan. Saya berdoa semoga orang-orang yang baik selalu bertambah di negeri ini. Negara yang terletak pada jalur ring of fire. Jalur yang disadari berisiko dalam sejumlah hal, yang tentu dalam berbagai kebijakan harus disesuaikan dengan upaya-upaya penyelamatan.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment