Perbedaan Angka Deforestasi

Ada satu catatan penting soal adanya perbedaan angka deforestasi. Satu artikel tentang “Refining National Forest Cover Data Based on Fusion Optical Satellite Imageries in Indonesia”, dijelaskan sejumlah perbedaan yang dijelaskan secara ilmiah (Aulia, et al., …

Ada satu catatan penting soal adanya perbedaan angka deforestasi. Satu artikel tentang “Refining National Forest Cover Data Based on Fusion Optical Satellite Imageries in Indonesia”, dijelaskan sejumlah perbedaan yang dijelaskan secara ilmiah (Aulia, et al., 2023). Dalam artikel ini dijelaskan posisi data tutupan hutan yang sangat penting dalam rangka mengatasi krisis iklim global. Menghitung dan memaparkan data akhir-akhir ini sudah dilakukan secara terbuka. Artikel ini menyebutkan bahwa aksesibilitas terhadap kumpulan data publik terbuka tentang kehutanan meningkat pesat. Namun, ketersediaan data tutupan hutan dengan resolusi yang lebih baik masih sangat terbatas. Hanya saja memungkinkan data itu dilihat dengan cara yang berbeda. Dan dalam konteks data deforestasi, perbedaan ini terjadi akibat masing-masing angka berdasarkan cara kerja yang berbeda.

Perbedaan angka antara Forest Watch Indonesia dan KLHK dalam mengitung deforestasi, memungkinkan terjadi karena perbedaan cara kerja tersebut. Bahkan perbedaan yang mencolok antara data FWI dan KLHK juga dapat dipahami dalam kerja ilmiah semacam ini.

Salah satu penulis artikel di atas, Mufti Fathul Barri (akses artikel bisa di https://doi.org/10.1155/2023/7970664) menyebutkan bahwa FWI menggunakan citra resolusi tinggi kombinasi citra planet (resolusi 5 meter) dan sentinel 2A (resolusi 10 meter). Sedangkan KLHK masih menggunakan landsat yang resolusinya 30 meter. Selain itu, perbedaan lain karena FWI tidak memasukkan luasan area reboisasi dan reforestasi sebagai faktor penghitungan deforestasi. Keduanya (deforestasi dan reforestasi) memiliki makna berbeda. KLHK membedakan deforestasi menjadi dua istilah, yakni deforestasi bruto (deforestasi yang terjadi di dalam maupun di luas kawasan hutan tanpa dikurangi luas reforestasi) dan deforestasi netto (angka deforestasi bruto dikurangi luasan reforestasi) (FWI, 2024; Wicaksono, 2025).

Hal tersebut di atas yang menyebabkan mengapa angka yang digunakan berbeda antara satu lembaga dengan lembaga lainnya. Selain itu, tentu saja tidak bisa ditepis kepentingan yang terwakili lewat metode ilmiah yang digunakan. Dengan data yang ada, bisa dilakukan perbandingan dan hendaknya menjadi bahan pembelajaran bagi pemangku kepentingan dalam melihat persoalan lingkungan.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment