Pulang Kampung

Pagi Sabtu, saya masih sempat masuk ke kampus. Ingin melihat kondisi sekitar, lalu mencari bahan bakar roda dua. Akhirnya saya mendapat di satu tempat, pertashop dan saya mengisi hingga penuh. Di sisi lain, sejumlah SPBU …

Pagi Sabtu, saya masih sempat masuk ke kampus. Ingin melihat kondisi sekitar, lalu mencari bahan bakar roda dua. Akhirnya saya mendapat di satu tempat, pertashop dan saya mengisi hingga penuh. Di sisi lain, sejumlah SPBU antre tidak biasa. Antre panjang dengan jumlah pengantre yang banyak. Di pasar, kebutuhan pokok bermasalah. Hal yang saya awalnya tidak terpikir. Misalnya telur untuk kebutuhan saja sudah sulit ditemui. Lalu harga yang sudah mulai melonjak. Ternyata ada yang mengambil kesempatan. Harga cabe gila-gilaan. Bersamaan dengan sejumlah bahan pokok lain yang turut naik. Telur, misalnya, naik tiga kali lipat dari biasanya, itu pun tidak tersedia barang.

Saat pulang ke rumah, saya ambil mobil untuk mencari bahan bakar. Hingga menjelang siang, saya tidak mendapatkannya. Namun demikian, sewaktu pulang ke rumah, saya bilang sama istri untuk pulang kampung. Kami berangkat setelah shalat dhuhur. Lalu menuju sejumlah pasar untuk mencari beberapa kebutuhan penting yang sepertinya akan dibutuhkan di kampung. Ternyata apa yang kami cari, tidak semua tersedia. Telur ayam tidak kami dapatkan sebutir pun. Beras yang kami bawa pulang, juga dengan harga yang menurut saya tidak terkendali.

Teman saya, Dr. Teuku Muttaqin Mansur, mengeluh hebat. Sehari sebelumnya, menjelang sore, ia juga pulang kampung dan mendapatkan bahan pokok naik harga berlipat-lipat. Ada pemain jahat, katanya. Dalam beberapa grup WA, ia berharap kepada penegak hukum mengambil Tindakan terkait ini. Saat dibutuhkan, ternyata ada yang mempermainkan harga.

Hal yang sama kami rasakan saat sejumlah uang yang kami bawa, tidak tampak berarti di depan harga bahan pokok yang gila-gilaan. Saya sengar selentingan pagi itu, sejumlah suplai bahan pokok sudah mulai berjalan lewat laut, entah betul entah tidak.

Saya dan istri, lalu ada sepupu yang meminta ikut serta, di sejumlah titik di jalan kami masih membeli barang untuk dibawa pulang. Bahan bakar mobil kami isi penuh di Samahani, bersamaan dengan antre kendaraan panjang. Di perjalanan hingga simpang Panteraja, kondisi jalan sudah kering. Namun ada masalah lain: sisa lubang yang tersisa dari banjir. Lubang di jalan yang menganga yang penting mendapat perhatian kita semua.

Dari sejumlah SPBU, kami menyaksikan kendaraan antre panjang. Bahkan kendaraan roda dua, antre hingga 2-3 km. di Teupin Raya, kendaraan roda dua antre hingga dua km untuk mendapatkan sedikit bahan bakar dari SPBU kecil yang mungkin persediaan mereka sangat terbatas.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment