Ketika Snouck mengajukan proposal bagi penyelesaian tugas-tugas pemerintah militer di Hindia Belanda, tentu saja ada sejumlah dampak dan perencanaan yang harus disesuaikan mereka. Termasuk, bagaimana pemerintah Belanda sejumlah mengubah strategi penting terkait dengan daerah jajahannya: Hindia Belanda.
Akhir-akhir saya baru menyadari dan menemukan dalam catatan tersebut, bahwa di balik adanya proposal, ada lapisan guilden yang harus dipersiapkan oleh kolonialis, yang jumlahnya, sangat fantastis. Jadi proposal, di satu sisi, dengan konsep dan jalan strategisnya. Kemudian ada soal anggaran, di sisi lain, agar tawasan dan strategi bisa berjalan sebagaimana diharapkan.
Tawaran proposal itu bisa masuk akal, sekiranya kita menelusuri kontribusi Snouck yang menelusuri kaitan tersebut hingga ke Mekkah. Bahkan di sana ia banyak mengenal tokoh-tokoh Aceh berpengaruh, yang dipercaya menyumbang energi perang ke Aceh.
Seandainya Snouck adalah personifikasi dari sosok intelektual, maka pergulatan konsep dan strategi menjadi berimbas. Dalam kamus bahasa, intelektual adalah orang yang cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam bahasa lain, memiliki kecerdasan tinggi yang disebut cendikiawan. Dari makna ini, dapat dipahami bahwa seorang intelektual hanya akan mempergunakan ilmunya dengan dibatasi oleh ilmu pengetahuan semata. Kepentingan politik yang menghancurkan tujuan terpuji dari ilmu pengetahuan, akan menjadikan seseorang layak disebut intelektual atau tidak.
Seandainya kita membuka kembali buku-buku Snouck, maka ada dua hal penting yang tidak boleh diabaikan, terkait pikirannya bagi kolonial. Pertama, keinginannya yang ditolak, untuk meneliti kondisi agama di satu pihak, dan menjalankan tugas-tugas rahasia di pihak lain. Sebagian pengkaji sejarah, menyebut kondisi ini sebagai mata-mata informasi bagi kolonial. Kedua, dalam melakukan penelitian, Snouck harus difasilitasi, terutama ketika ia melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitiannya.
Salah satu sasaran Snouck adalah madrasah. Yang saya pahami dari madrasah ini adalah semua lembaga pendidikan yang dilaksanakan oleh kaum agamawan, hingga ke polosok kampung.
Lalu ada satu kesimpulan yang kemudian mengerucut. Bahwa semangat perang, sangat dipengaruhi tidak hanya oleh ilmu agama yang diajarkan, melainkan juga spirit ketokohan pengajarnya. Kebijakan penting yang ditawarkan adalah memerangi habis para pengajar ilmu agama, pada saat yang sama, membesarkan golongan lain dalam masyarakat.
Ternyata apa yang bisa dibaca (implisit maupun eksplisit) dalam buku-buku Snouck, langkah ini ternyata masih dipegang dalam rangka kepentingan yang bisa jadi sedikit berbeda, yakni menguasai bukan dalam konteks jajahan, walau sama hakikatnya.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.