Sesuai dengan sebagian kepentingan politik (atau kaum politik) yang mengkritisinya, Putusan Mahkamah Konstitusi kerap ditanggapi secara beragam. Padahal isi putusan Mahkamah Konstitusi tidak mungkin berbeda-beda. Semua pasal memiliki bahasa yang sama, yakni bahasa negara kita. Akan tetapi semua penanggap menggunakan hak tafsirnya dalam menanggapi satu putusan yang sama. Lahirlah hasil tafsir yang berbeda-beda.
Hal ini menggambarkan betapa dalam pembacaan undang-undang, ada berbagai tafsir. Sekali lagi, perbedaan itu tidak hanya antar orang yang berbeda lingkup ilmu, namun juga orang dari lingkup ilmu yang sama pun berbeda pendapat.
Ada pengalaman yang menarik yang pernah saya nonton dalam satu dialog televisi. Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, pernah mengalami peristiwa yang menggelikan. Seseorang mendebatnya tentang pasal tertentu dari UU tertentu yang sebenarnya ia turut serta dalam merumuskannya. Orang tersebut membantah penjelasan dari Yusril, padahal ia tahu bahwa Yusril adalah salah satu perumus UU tersebut.
Perbedaan ini juga sering terlihat dalam menafsir kasus-kasus di pengadilan. Hal ini berimplikasi, ada kasus yang sama, dengan jumlah kerugian negara yang tidak berbeda, namun memiliki keputusan yang berbeda. Bahasa hukum yang lahir dari proses pembacaan dan penafsiran UU, pada akhirnya akan berpengaruh keputusan pemutus hukum.
Para penasihat kasus-kasus koruptor atau pelaku kejahatan lainnya, dilakukan terutama melalui permainan bahasa-bahasa hukum. Sehingga banyak orang yang mengerti benar bahasa hukum, akan mendapat banyak peminat untuk dibela.
Dalam kasus-kasus yang terduga/tersangka dari golongan orang-orang besar, banyak yang berdebat atas ketentuan yang sama. Pasal yang satu, bisa ditafsirkan oleh masing-masing orang yang menjadi penasihat hukumnya. Apa yang terjadi pada Gayus Tambunan atau Muhammad Nazaruddin, atau yang lainnya, yang ketika dalam prosesnya, merasakan bagaimana penasihat hukum memiliki kemampuan menjelaskan dengan kekuatan bahasa yang kadangkala berbeda.
Semakin logis (masuk akal) sebuah bahasa mengenai pembacaan hukum, maka semakin dekat kepada keputusan apa yang diinginkan. Dalam kasus pembunuhan terencana atau tidak, dalam pembedaannya turut ditentukan oleh berhasil tidaknya oleh mereka yang menggunakan bahasa manis dalam menafsirkan hukum. Demikian juga dalam kasus korupsi, dengan satu kata tertentu saja yang secara formal tidak terpenuhi, maka hal itu berpengaruh pada keputusan.
Berbagai kenyataan tersebut menggambarkan betapa dalam hukum, bahasa sangat menentukan dalam putusan akhirnya.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.