Tanggung jawab terhadap generasi mendatang, bukan muncul dari kesadaran yang tiba-tiba. Prosesnya tidak begitu saja dipermasalahkan. Melihat sejumlah inisiasi global, dapat dipastikan prosesnya sudah lama. Walau di kalangan ilmuwan tetap saja ada pertanyaan kritis: apakah inisiasi ini muncul dari lubuk hati atau dilatarbelakangi oleh kepentingan politik jangka panjang para kekuatan global tertentu.
Berdasarkan cara berpikir akademis yang kritis, muncul pelbagai kepentingan dalam suatu gerakan lingkungan hidup, pada dasarnya bukanlah sesuatu yang aneh atau berlebihan. Suasana semacam itu dapat dipahami sebagai suasana yang memungkinkan muncul kapan saja dan dimana saja. Isu ini dapat saja muncul di tengah kepentingan yang seolah normal. Pertanyaan kaum kritis tetap penting dalam rangka menjadi pemantik dalam rangka usaha memahami apakah kepentingan lingkungan benar-benar tulus muncul sebagai gerakan untuk keadaan lingkungan masa depan.
Sejumlah buku hukum lingkungan yang dilihat secara kritis, antara lain mengaitkan kepentingan “kapitalisasi” teori tertentu untuk isu dan kepentingan yang berpihak terhadap situasi tertentu. Kerusakan lingkungan, misalnya dilihat dari proses awal tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan negara-negara besar dalam mengeksploitasi lingkungan negara dan negara-negara koloninya. Puncaknya pada abad ke-19 ketika negara-negara besar berlomba-lomba untuk mendapatkan sebanyak mungkin pendapatan dari sumber daya alam yang ada di negara-negara yang dikuasanya.
Dengan demikian, kerusakan yang ada, pada dasarnya tidaklah disebabkan oleh negara-negara berkembang yang sebelumnya dikuasai negara-negara kolonial. Kerusakan itu pada dasarnya buah tangan dari negara-negara besar, yang melakukan kolonialisasi, dan akhirnya seolah-olah jadi negara yang melindungi lingkungan dengan baik.
Situasi terbalik tersebut, kemudian digerakkan dengan menggunakan teori-teori pembangunan. Teori yang berbicara bagaimana pendapatan harus ditingkatkan, dengan konsep pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi dalam dunia modern, pertumbuhan harus seimbang dengan pembangunan manusia. Konsep pembangunan berkelanjutan, dengan memadukan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sosial-kultural mewakili teori-teori ini.
Hal lain yang tergambar dari situasi tersebut, seolah-olah negara berkembang tidak memiliki konsep apa-apa dalam hal bagaimana lingkungan harus dimuliakan. Seolah-olah cara berpikir dan gerakan hanya muncul dari negara-negara besar yang diklaim sebagai negara-negara yang lebih beradab.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.