Anda mungkin tahu suku kata yang bernama “balas dendam”. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan dendam sebagai “berkeinginan keras untuk membalas”. Ketika sampai kesumat, “rasa dendam dan benci yang sangat mendalam”. Apa yang dilakukan orang terhadap kita, menimbulkan keinginan untuk membalasnya, bahkan tidak tanggung-tanggung, melebihi dari orang yang melakukan sesuatu terhadap kita.
Seharusnya dendam itu tidak perlu dibalas. Itu idealnya. Namun posisi demikian berat. Betapa orang sakit hatinya sedikit, lalu dendam, dan membalasnya berlipat-lipat. Bahkan balasannya melebihi lipat apa yang dilakukannya untuk kita. Kondisi demikian banyak terjadi. Tidak jarang, apa yang membuat seseorang dendam, sering disebabkan oleh hal-hal yang sebenarnya sangat sepele.
Ketika pada posisi yang sangat emosional, orang sering tidak bisa mengambil putusan yang membahagiakan jangka panjang. Pertimbangan emosi jauh lebih memuaskan pada kondisi demikian. Apalagi untuk mereka yang sedang berada di atas angin. Istilah di atas angin, adalah mereka yang sering memperhitungkan sedang berada dalam posisi yang untung. Pada posisi demikian, sebenarnya hanya hitung-hitungan emosional. Bisa jadi pada waktu itu, benar adanya, namun untuk jangka panjang, bisa jadi belum tentu demikian. Orang yang mengkalkulasi jauh ke depan, akan membuang untuk menurutkan kepentingan emosional sesaat, dan melihat langkah yang strategis untuk masa depan. Kondisi semacam ini sering dilakukan oleh mereka yang selalu melihat jauh ke depan.
Para pelaku mediasi sering melakukan hal semacam ini. Bagi mereka, mundur beberapa langkah untuk menunda kesuksesan besar, adalah pilihan bijaksana untuk sementara. Sekiranya mengambil keputusan untuk mendapatkan sesuatu pada waktu itu, hanya memperoleh secuil, namun dengan memperhitungkan pilihan strategis, bisa jadi ia akan memperoleh berlipat-lipat dari itu. Tentu yang saya maksudkan di sini tak hanya materi saja. Kesuksesan seseorang tidak boleh hanya dilihat dengan ukuran materi semata. Orang yang tampilan materi gagah, namun di balik itu ternyata memiliki utang yang banyak, adalah contoh untuk tidak melihat apa yang terlihat. Orang yang secara materi biasa-biasa saja, namun tidak bermasalah dalam hidupnya –atau setidaknya tidak mendapatkan masalah serius dalam menjalani hidupnya—merupakan contoh orang sukses yang tidak bergelimang materi. Ada orang yang dipercaya di mana pun. Ketika datang ke tempat orang lain, apa yang dibicarakan selalu disambut dengan senang hati. Ini merupakan contoh kesuksesan.
Kesuksesan sama seperti kita melihat kebahagiaan. Sama sekali tidak ditentukan oleh materi semata. Banyak orang yang bahagia justru bukan karena materi. Orang yang bisa tidur nyenyak, makan selalu merasa enak, tak bermasalah dengan kesehatannya, memiliki keluarga yang membahagiakan, dan sebagainya. Semua itu tidak selalu ditentukan oleh keberadaan secara materi.
Kalkulasi demikian yang sering diperhitungkan oleh mereka yang secara strategis melihat langkah-langkah tertentu bagus dilakukan. Jika melangkah pada waktu tertentu akan lebih strategis ketimbang melangkah pada waktu itu juga, maka akan ditunda melangkah. Menunda demikian bukan berarti orang akan merasa kalah. Justru dengan menunda demikian, akan memberikan peluang kemenangan yang semakin besar. Inilah yang penting dan strategis untuk diperhitungkan. Bukan melakukan sesuatu apa yang dipertimbangan secara emosional. Semua hal harus dipikir dan dikalkulasi dengan hati yang lapang, jiwa yang jernih, dan kondisi yang tenang. Orang yang demikian, berpeluang untuk meraih sesuatu yang luar biasa pada akhirnya. Memang tidak dalam waktu itu juga, melainkan beberapa waktu sesudahnya.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.