Doa

Dalam bahasa yang sederhana, sebenarnya ingin menyampaikan kaitan antara doa dan kerja, ikhtiar dan kerja keras. Seseorang tidak masalah ingin bermimpi tentang sesuatu yang ingin dicapainya. Impian yang memungkinkan untuk dicapai. Garis pencapaian ini, bisa …

Dalam bahasa yang sederhana, sebenarnya ingin menyampaikan kaitan antara doa dan kerja, ikhtiar dan kerja keras. Seseorang tidak masalah ingin bermimpi tentang sesuatu yang ingin dicapainya. Impian yang memungkinkan untuk dicapai. Garis pencapaian ini, bisa jadi berbeda dalam benak masing-masing orang. Jika kita tanya pada calon-calon mahasiswa yang datang ke kota, terutama yang dari kampung-kampus, tidak banyak yang berani bermimpi macam-macam. Bagian sebagian mereka akan menganggap seolah-olah sesuatu mimpi itu akan sulit untuk dicapai. Mereka memiliki apa yang disebut dengan jangkar. Artinya bagi mereka yang berangkat dari kampung, umumnya beranggapan harus realistis, jangan berlebihan.

Mereka baru terperanjat ketika ditanyakan apakah tidak ada orang yang sukses yang berasal dari kampung-kampus? Ketika diberi gambaran bahwa banyak ternyata orang yang dari kampung berhasil mencapai impian tinggi mereka, baru ada di antara mereka yang merasa bisa melakukan sesuatu. Berpikir untuk mencapai sesuatu dengan kerja keras. Posisi ini sama sekali tidak ditentukan oleh yang bersangkutan itu dianggap cerdas atau tidak. Orang yang cerdas, ketika ia berhenti untuk melakukan sesuatu, maka ia akan berhenti pada tingkat itu. Sebaliknya, mereka yang biasa-biasa saja, justru akan merasakan semangat yang luar biasa ketika beranggapan bahwa mereka bisa mencapai apapun dengan tekad yang kuat.

Dalam bahasa yang lebih bersemangat, kondisi ini sering disebut dengan totalitas. Seseorang yang ketika mencapai apa yang diimpikan itu, dilakukan dengan penuh totalitas. Istilahnya tidak setengah-tengah, atau tanggung. Maka apa yang semestinya dipikirkan oleh mereka yang baru datang untuk belajar di kota?

Pertama, membuang jauh-jauh bahwa hanya anak kota yang memungkinkan untuk berada pada posisi yang total. Generasi pekerja keras itu miliknya para generasi yang tidak berhenti bekerja keras untuk mencapainya. Kedua, tidak boleh menganggap orang lain selalu di bawah kita. Pun bukan berarti menganggap orang lain selalu di atas kita. Keduanya penting untuk menjaga kualitas dan semangat. Melihat ke atas, memungkinkan kita melahirkan semangat pantang menyerah. Sementara melihat ke bawah, membuat kita untuk tidak lupa selalu bersyukur. Ketiga, kita membutuhkan orang lain, makanya harus membangun semangat kerjasama dengan orang-orang sekitar. Semangat kerjasama memungkinkan antara satu dengan yang lain untuk selalu bersaing secara sehat.

Hal yang tidak boleh dilupakan adalah hidup sebagai proses belajar. Posisi ini yang memungkinkan kita untuk terus-menerus belajar, termasuk melalui orang-orang di sekeliling kita. Pada saat yang sama, kita juga harus membuka diri terhadap orang-orang sekeliling. Dengan berbagi sebanyak mungkin ilmu dan pengalaman, tidak lantas membuat orang yang membaginya semakin berkekurangan. Sesuatu yang dibagi, akan berpotensi untuk mendapatkan sesuatu yang lebih, antara lain dengan berbagai jalan yang akan terbuka dan tersedia.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment