Tipe orang yang iri terhadap kebahagiaan orang lain, harus ditelusuri dulu iri yang bagaimana. Iri untuk mencoba mencapai bahagia, itu sangat positif. Orang yang demikian akan berusaha juga untuk memperoleh kebahagiaan dengan cara-cara yang baik. Sebaliknya, iri yang satu lagi, selalu berpikir bahwa hanya dirinya saja yang boleh bahagia, orang lain tidak. Untuk tipe begini, tidak usah diikuti.
Kondisi yang bahagia bisa diperbesar dalam kehidupan yang lebih luas. Biasanya kebahagiaan masing-masing orang, akan membuat kebahagiaan kelompok orang, hingga ke atasnya. Dengan kondisi demikian, konflik dalam masyarakat akan minim.
Pada posisi yang nihil konflik, memungkinkan orang-orang dalam hidupnya menata kehidupan dengan sempurna. Setiap saat bisa berpikir bagaimana memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan, termasuk untuk meraih kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang.
Kualitas kehidupan yang demikian perlu diusahakan banyak orang. Tidak seperti status seorang teman, dari sebuah foto, memperlihatkan kata yang menarik. Kata kata itu, di belakang truk yang berwarna hitam, dicat putih kalimat yang isinya, “hukum, tumpul ke atas, tajam ke bawah”. Lalu ada dua baris dengan warna mencolok di bawahnya, “Senang melihat orang susah, Susah melihat orang senang”.
Bagi saya foto itu sangat menarik. Melihat truk yang sudah tua, dengan cat di bagian belakang yang tidak rapi, sepertinya menggambarkan bahwa sang empunya mobil itu bukan orang yang ‘berlebihan’.
Saya tidak tahan untuk tidak berkomentar di status tersebut. Saya katakan bahwa dengan kenyataan demikian, ia mengeluarkan modal untuk bisa menuliskan kalimat di atas itu. Kalimat-kalimat yang disusun tidak hanya secara materi ia harus keluarkan –untuk membeli cat, tetapi secara moral ia juga berhadapan dengan orang-orang yang tidak suka dengan kalimat-kalimat demikian.
Untuk orang-orang yang tingkat intelektualitasnya tinggi, mengeluarkan kata apapun, ketika mampu dipertanggungjawabkan, mungkin lain ceritanya. Seorang sopir truk, ketika berhadapan dengan oknum yang berperilaku seperti kalimat dia, maka masalah bisa menjadi panjang atau dipanjang-panjangkan. Nah keberanian ini yang saya sebut dengan keberanian ganda.
Pantas kita harus malu. Potret hukum yang dijalankan lewat tawar menawar politik. Kekuatan warna partai menjadi penentu hukum. Walau hukum selalu disebut sebagai panglima. Jangan lupa, masyarakat kecil melihat sandiwara hukum yang dimainkan oleh banyak orang yang memiliki kekuatan politik.
Seringkali kejadian ketika hukum –melalui strukturnya—berhadapan dengan orang kecil, menjadi berbelit-belit, panjang dan lama. Prosesnya rumit bin sulit. Tetapi publik menyaksikan bagaimana hukum bergerak ketika berhadapan dengan orang besar. Padahal Konstitusi juga tegas: semua orang sama di depan hukum dan pemerintahan.
Teks dan kenyataan sering dipermasalahkan karena tidak beriringan. Teks bilang begitu, ketika dikonfirmasi pada kenyataan menjadi lain ceritanya. Dan, sekali lagi, publik menyaksikan dan mengikuti berbagai dagelan ini. Sang empunya truk di status teman saya merupakan satu orang kecil yang menyaksikan bagaimana itu dilakukan.
Pengalaman telah membuat lahir kesimpulan dia: kita seperti memang senang melihat orang susah. Sebaliknya, kita akan merasa susah sekali apabila melihat ada orang yang senang.
Orang kecil kadangkala lebih berhasil memotret kehidupan nyata secara fasih. Orang besar sudah tidak bisa menjelaskan secara tepat karena mungkin pengaruh kacamata yang semakin tebal, karat di mana-mana, atau kita mungkin juga berada dalam profl orang yang digambarkan oleh mereka.
Untuk berada di titik ini, tidak perlu pembuktian. Kita bisa merasakan diri di mana kita berada. Tidak perlu ada tulisan lain di pintu truk dengan kalimat mencolok: “saya senang melihat orang senang, susah melihat orang susah”.