Tulisan ini sudah pernah saya tuliskan. Ingin mengingatnya lagi ketika hal yang hampir sama saya lihat terjadi lagi. Ada fenomena, dimana anak kecil kadangkala belum perlu melihat dan mengetahui kebutuhan orang dewasa, nyatanya orang dewasa sering tidak mau tahu.
Bagi saya, hal tersebut sangat penting. Ada saatnya anak kecil akan mendapat sesuatu yang memang ia harus tahu. Namun ketika belum waktunya, seyogianya orang dewasa harus menjaganya.
Ingatan inilah yang sesungguhnya ingin saya ulang agar orang dewasa benar-benar bisa menempatkan diri di hadapan anak-anak. Dulu saya pernah menanyakan hal ini, dalam artikel sebelumnya. Apa yang akan Anda pikiran ketika melihat seorang anak kecil masih berbaju seragam sekolah dasar berdiri di hadapan orang tuanya yang sedang membeli alat kontrasepsi. Apalagi kalau di depan Anda, anak itu menanyakan kepada orang tuanya mengenai apa yang dibelinya itu. Plus, ketika di tempat jual-beli alat kontrasepsi itu, lagi banyaknya orang yang membeli berbagai keperluan.
Itulah yang terjadi suatu pagi. Ketika saya membutuhkan satu jenis obat sederhana, yang mana obat itu tidak ada di warung-warung biasa dan hanya ada di apotik resmi alias berijin. Nah, ketika sedang menunggu obat yang saya butuhkan itulah, datang seorang ibu setengah baya bersama dengan anak kecil yang masih berbaju seragam sekolah dasar. Mungkin anaknya. Namun pada jam sekian itu, anaknya sudah bersamanya, berarti saya perkirakan anaknya itu masih di bawah atau paling tidak masing kelas 2. Karena anak-anak segitu yang memungkinkan jam sepagi ini keluar dari sekolah. Indikasi lain, dengan melihat ukuran tubuh si anak, rasanya tidak cocok ia berada di atas kelas 2, dengan tubuh yang masih kecil.
Anak yang berbaju seragam sekolah dasar itu, yang berdiri persis di samping ibunya, menanyakan apa yang sedang dibeli sang ibu. Dan kondisi tadi di apotik, sedang banyak orang yang sedang membeli berbagai keperluan obat. Banyak orang sedang antre. Apalagi di tempat kita, pertanyaan-pertanyaan demikian membuat orang lain langsung melirik. Padahal sang ibu, ketika memesan alat yang mau dibeli, juga tidak bersuara keras. Saya mendengar karena kebetulan berada persis di samping saya. Ketika anak menanyakan itu, ibu seperti merasa sesuatu yang tidak nyaman. Ia hanya melihat sekilas ke arah anak.
Hal yang saya lihat kemudian adalah pilihan sang anak untuk menunggu di luar apotik. Ia berdiri di samping sepeda motor, saya lihat ketika saya sudah mendapatkan obat yang saya beli. Anak ini keluar barangkali karena inisiatif sederhana. Bukan karena posisi orang tua yang berada seperti pada posisi yang serba salah.
Jika ingin didiskusikan lebih luas, maka perasaan seperti pada posisi serba salah tersebut, mungkinlah muncul di luar masyarakat kota. Atau pertanyaan sederhana, sekiranya orang kota yang membeli alat kontrasepsi dan diketahui orang banyak, maka dengan itu ia merasa serba salah, apakah hal yang sama dirasakan orang-orang yang bukan orang kota. ini pertanyaan menarik dalam lapangan sosial. Belum lagi, misalnya terkait soal alat kontrasepsi itu sendiri. Tentu ada alasan lain ketika seseorang membeli alat kontrasepsi dengan malu-malu. Tentu alasan yang terakhir ini, tidak cukup ilmu saya menjelaskannya.
Bagi saya yang menarik ketika melihat anak kecil, yang seperti memahami posisi orang tuanya yang serba salah tersebut. Makanya ia memilih untuk menunggu di depan apotik, di mana sepeda motornya di parkir. Jika pilihan ini dilakukan anak karena benar-benar memahami, maka itu sangat dahsyat perasaan si anak.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.