Perubahan zaman pada akhir akan mengubah pola perilaku. Dua kolom terakhir, yang ingin saya gambarkan bagaimana teknologi menghasilkan berbagai perkembangan dalam dunia televisi. Dari TV hitam-putih ke TV warna. Dari antena yang harus dijangkau hingga ke pucuk kelapa, hingga dunia yang nyaris tidak butuh antena. Begitulah orang-orang yang punya TV dipermudah untuk menggunakannya. Belum lagi soal bagaimana perkembangan isi dari tayangan itu. Para penghasil uang berlomba-lomba menyiapkan tayangan TV yang disukai, banyak penonton, dan tidak peduli ia berisi atau tidak. Ada tayangan hanya haha-hihi. Tidak sedikit tayangan yang justru membodohi dan menghancurkan kehalusan peradaban.
Dalam perkembangan itu pula, menarik dilihat bagaimana para orang tua yang memiliki TV tidak sembarangan mengizinkan orang menonton TV yang dimilikinya. Orang dahulu masih berfikir, bahwa dosa itu berserangkai. Jika orang berdosa karena menonton tayangan cabul, maka dosa itu turut dirasakan oleh penyedia tontotan, hingga mereka yang memiliki alat untuk tontonan itu. Jadi anak-anak akan dijaga, walau itu bukan darahnya. Tanggung jawab sosial terhadap semua anak masih ada. Nah perubahan terjadi ketika teknologi televisi semakin mudah dijangkau oleh siapa pun. Tidak bisa dibayangkan suatu saat, orang-orang tidak mau tahu terhadap apa pun yang terjadi di sekitarnya.
Saya termasuk dalam anak zaman yang merasakan perkembangan itu berlangsung. Terutama sejak di kampung. Merasakan bagaimana ketika saat tertentu sangat ingin menonton film yang digandrungi waktu itu, tapi tidak ada pintu yang terbuka dari pemilik rumah yang punya TV. Tidak ada TV sebelum selesai jadwal mengaji. Lalu semua tontonan di bawah penjagaan para pemilik rumah. Perbedaan yang sangat terasa berbeda, ketika anak sendiri pun, selama ini, kita membiarkannya begitu saja. Anak-anak mendapatkan tayangan secara bebas, semau-maunya, sebebas-bebasnya. Jangankan untuk mengontrol anak orang lain, bahkan anak darah sendiri pun, semakin longgar dan keluarga tertentu tidak mau tahu bagaimana wujudnya. Apalagi selama ini ada tren baru. Orang tua memberi kebebasan lebih besar terhadap anak-anaknya. Setiap anak diberi kamar masing-masing, dengan fasilitas lengkap di dalam kamarnya.
Zaman kita sudah berbeda. Para sebagian orang tua berkilah bahwa sudah saatnya anak diberi keleluasaan. Lalu ada orang tua yang memfasilitasinya dengan baik. Sebagian orang tua masih punya prinsip. Orang tua semacam ini, selalu mengukur akuntabilitas fasilitas yang diberikan kepada anaknya. Tidak diberikan secara sembarangan dan serampangan fasilitas kepada anak, dengan tanpa pantauan. Saya yakin, kehidupan kita diidamkan ke arah lebih baik. Tidak mungkin orang yang belum cukup umur, lalu diberi ruang untuk memilih sendiri jalan hidupnya. Jika begitu jalan pikiran kita, maka tidak usah ada tanggung jawab orang tua untuk memberikan pendidikan, jika anak merasa tidak butuh.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.