Berbuat baik pun tetap ada tantangannya. Orang-orang yang berbuat baik, selalu diuji, dan jika kita tidak boleh kalah dengan berbagai ujian yang demikian. Ada berbagai wujud ujian. Ujung-ujungnya menguji sejauhmana mentalitas orang yang berbuat baik itu.
Orang yang pasrah, akan cepat menyerah. Lalu memilih untuk berhenti berbuat baik. Seharusnya dengan berbagai ujian, seseorang yang berbuat baik harus memperlihatkan kuatnya energi positif dari berbuat baik itu. Dengan demikian, akan menarik banyak orang lain untuk terlibat juga berbuat baik.
Tantangan semacam ini tidak selalu mudah dihadapi. Namun berhasil tidaknya seseorang melewatinya, akan menentukan kedewasaannya dalam menghadapi masalah. Dalam kehidupan manusia, masalah merupakan hal yang lumrah, mulai dari masalah kecil dan sederhana hingga masalah besar dan serius.
Semangat berbuat baik ini yang harus dijaga. Semangat ini pernah saya lihat pada seorang pemuda yang mengatur parkir masjid. Hari itu, Jumat tiga tahun yang lalu, saya agak telat pergi ke masjid, untuk shalat Jumat. Sebenarnya letak masjid dari kampus saya, hanya 200 meter saja. Ada kepentingan lain yang membuat saya terlambat, saat itu. Urusan duniawi. Untuk kepentingan duniawi itu, kadang-kadang saya sebagai manusia –untuk hal ini tidak boleh sama sekali dilakukan dengan sengaja—berteka-teki dengan Pencipta. Seringkali untuk urusan yang lebih hakiki, dan kepentingan masa depan, seperti tiada beban berlambat-lambat untuk menunaikannya. Sebaliknya untuk urusan-urusan yang sangat berjangka pendek, kadangkala dipersiapkan dengan segala macam.
Sebenarnya yang ingin saya ceritakan bukan itu. Ketika berjalan ke masjid itulah, saya menyaksikan pemandangan yang biasa-biasa saja. Saya katakan biasa, karena di banyak tempat, dianggap sudah lumrah bila terjadi. Tidak dianggap aneh, apalagi sampai menganggu perasaan.
Pemandangan itu saya rasakan dekat. Seorang sahabat saya, yang dengan keikhlasannya menjadi seorang petugas –katakanlah begitu—untuk mengatur ketertiban masjid. Saya salut. Untuk seorang pegawai di kampusnya, tetapi masih mau menyisakan waktu untuk mengatur ketertiban bagi jamaah masjid, terutama untuk ketertiban kendaraan dan menjaga keamanan masjid. Bagi saya kemauan dan keikhlasan demikian sungguh luar biasa. Saya pribadi belum mampu demikian, terutama untuk terlibat dalam urusan mengatur hal-hal yang mungkin dominan menganggap sudah tidak seharusnya diatur.
Salah satu yang ditata adalah kendaraan. Sebagai sesuatu yang tidak bernyawa, maka kendaraan itu dibawa oleh pemiliknya. Dengan jenis kendaraan yang beraneka ragam, membutuhkan kemampuan khusus juga bagi pengatur ketertiban untuk menata lokasi parkir kendaraan yang tertib.
Masalahnya adalah ketika orang-orang yang tidak mau diatur demi kenyamanan bersama. Sahabat saya itu, membiarkan saya lewat ketika saya agak telat ke masjid hari itu. Ia biarkan bukan karena melewatkan tegur sapa. Pada saat yang sama, ia sedang menegur seorang pemilik kendaraan roda dua, jenis matic untuk memarkirkan kendaraannya di tempat yang benar. Agar tertib. Dan teguran itu, seyogianya tidak dianggap salah –apalagi berlebihan. Akan tetapi yang saya lihat, pemilik kendaraan membiarkannya. Malah ia meminta kendaraannya dibiarkan saja.
Tempat kendaraan itu persis di area lalu lalang pejalan kaki. Akhirnya sahabat saya itu, memarkirkan kendaraan orang agar tertata rapi –sekaligus agar enak dipandang.
Sebelum sampai pintu masjid, saya banyak berfikir. Salah satunya, membayangkan seandainya semua pemilik kendaraan berlaku seenaknya, plus tidak mau peduli walau ada teguran, dan itu terjadi pada jamaah yang mau shalat Jumat, apa yang terjadi?
Menurut saya ini mentalitas. Ini seharusnya harus diluruskan. Maka penting orang-orang yang seperti sahabat saya itu, secara sabar, tulus ikhlas berkenan menegur secara sopan pemilik kendaraan. Bisa saja pengalaman sahabat saya itu, melebihi dari apa yang saya lihat, saya rasakan dekat dengan saya.
Apapun pengalamannya, saya sangat berharap ia tidak patah arang. Berbuat baik itu tidak selalu berjalan mulus. Ketika melakukan sesuatu yang baik, tidak dengan mudah diterima oleh semua orang. Banyak terjadi justru sebaliknya. Namun Allah maha tahu.
Maka sabarlah. Sabarlah.