Jangan Paranoid

Pernahkah Anda merasakan, ada orang di sekitar Anda yang tidak pernah melihat Anda dalam posisi sempurna? Anda mungkin selalu dipantau, gerak-gerik selalu jadi buah bibir, bahkan untuk sesuatu yang baik pun, dioleh dan digoreng seolah …

Pernahkah Anda merasakan, ada orang di sekitar Anda yang tidak pernah melihat Anda dalam posisi sempurna? Anda mungkin selalu dipantau, gerak-gerik selalu jadi buah bibir, bahkan untuk sesuatu yang baik pun, dioleh dan digoreng seolah sebagai kejahatan besar?

Isi cerita dalam televisi akhir-akhir ini demikian. Dari satu televisi ke televisi lain, diputar-putar, ceritanya yang itu-itu juga. Entah mengapa penonton juga suka. Buktinya cerita-cerita yang demikian disebut jumlah penonton tinggi.

Akan tetapi saya tidak bercerita tentang cerita televisi. Berpikir buruk untuk orang lain banyak terjadi dalam masyarakat. Pengaruhnya bisa dari mana saja. Sejumlah riset menyebut, pengaruh televisi terhadap anak-anak, sangat faktual. Lalu dengan temuan cerita-cerita miris kehidupan remaja, banyak menyebut justru tayangan televisi yang menjadi penyebabnya. Sedangkan menurut pengelola televisi sebaliknya. Mereka menganggap justru televisi berkontribusi dalam membentuk kepribadian.

Terserah, Anda masing-masing memiliki penilaian sendiri. Berpikir buruk itu, yang saya maksud, memuncak menjadi ketakutan. Orang-orang yang berpikir buruh terhadap sesuatu, pada akhirnya timbul anggapan yang macam-macam. Akhirnya tidak sebatas anggapan, melainkan pada perilaku nyata.

Suatu waktu, ketika menonton berita televisi, terasa sedikit tersentak. Dunia dikejutkan dengan temuan brilian seorang remaja tanggung berumur empat belas tahun di Amerika Serikat, yang berhasil memodifikasi jam. Namun masyarakat di kawasannya tinggal, beranggapan bahwa modifikasi temuannya itu sebagai bom. Jam dan bom. Bukankah jauh sekali? Namun dalam beberapa bom yang juga ditemukan penghitung waktu, membuat kesan berbagai hal terkait dengan jam dan bom bebas dikait-kaitkan.

Saya melihat wajah anak itu bertipikal Asia atau Timur Tengah. Sampai hari ini saya belum mencari tahu yang sebenarnya nama dan keturunan siapa ia. Suatu pagi, saya nonton berita di televisi, wajah anak ini sedang dirangkul oleh seorang pejabat lokal yang meminta maaf telah salah menduga. Bom, yang ternyata sedang menemukan sesuatu yang hebat.

Barangkali terlalu rasis mengaitkan dengan wajah. Namun siapa peduli? Begitu banyak kesimpulan diambil hanya gara-gara melihat wajah. Di dunia yang telah mengalami pencerahan, sinis sekali kepada wajah yang ke-Timur Tengah-an. Ciri tertentu langsung disimpulkan sebagai personifikasi dari simbol agama tertentu. Dan hanya satu-satunya agama, bukan yang lain. Di dunia yang lebih luas, ciri itu selalu dipandang dengan berbeda, bukan oleh orang lain, malah oleh internal mereka sendiri yang sebagian juga menjadi corong dan mendapat panggung dari mereka.

Padahal dunia pernah mengalami berbagai kondisi yang rasis. Perbedaan kulit berwarna lama terjadi –sebagai suatu masalah serius. Malah dalam konsep penghukuman, ada teori tertentu yang memberi legitimasi tertentu mengenai kesimpulan tertentu yang bisa ditarik dari hanya dengan melihat wajah. Maka waktu itu, ketika ada kejahatan tertentu, para pengendus kejahatan tidak perlu mencari jauh-jauh, cukup datang ke tempat mereka yang berdiam di kawasan kumuh lantas mencari satu-dua untuk dijadikan tersangka.

Dengan wajah yang berbeda, kini terasa dalam kontelasi politik global yang lebih bermental kolonial. Ketika terjadi atau isu ledakan tertentu, tinggal diendus untuk umat tertentu. Padahal, ketika banyak pemegang senjata di Eropa dan Amerika menggunakan senjata secara semena-mena selama ini, kesimpulan sederhana dengan cepat diambil: mereka sedang berada dalam situasi dan tempat yang kurang tepat. Hah.

Saya memberanikan diri menyebut fenomena ini sebagai paranoid. Melihat remaja empat belas tahun dengan kreativitasnya secara sinis, penuh prasangka, adalah gejala paranoid akut yang melanda masyarakat yang katanya telah mengalami pencerahan.

Dalam kamus bahasa, “paranoid” lebih tepat diganti dengan kata “paranoia”. Untuk menggambarkan suatu kondisi jiwa yang membuat penderita berfikir  aneh-aneh dan itu bersifat khayalan. Dengan jelas, dalam kamus, istilah ini disebut dengan penyakit. Bukan yang lain.

Sebagai sebuah penyakit, maka apa yang menimpa masyarakat –yang katanya—tercerahkan demikian, harus diobati sedemikian rupa. Saya tidak bisa menjawab sekiranya ada pertanyaan siapa yang akan mengobatinya.

Leave a Comment