Sore ini, saya mulai mengisi satu catatan penting tentang strategi berhenti merokok. Saya sebut penting, karena saya banyak mendengar keluhan perihal rumitnya orang berhenti merokok, walau sudah berusaha semaksimal mungkin. Ada orang yang berusaha bertuba-tubi, namun belum berhasil. Tidak sedikit pula, yang sudah berhenti beberapa waktu, lalu tergiur lagi. Dengan alasan dan momentum yang hadir begitu saja. Sudah berhenti, lalu menghadiri kegiatan tertentu sama orang-orang yang perokok, terus coba-coba lagi.
Ada orang yang baru bisa berhenti sebentar dari rokok, ketika ada sakit tertentu yang menderanya. Orang yang tiba-tiba sakit, lalu berobat, dokter menguraikan hal yang terkait dengan kesehatan tubuhnya. Dokter penyakit dalam, biasanya dengan mudah mendeteksi seseorang itu perokok atau bukan. Saat berobat itulah, lalu harus berdiam beberaoa saat di rumah sakit, baru teringat untuk berhenti karena rokok itu berbahaya. Tapi ada orang yang belum cukup dengan sakit. Bahkan saat sedang masa meminum obat karena rokok pun, ada orang yang masih belum berhenti merokok.
Ada orang yang setelah sakit, bisa berhenti sebentar. Lalu saat berjumpa dengan keadaan yang dirindui, dekat dengan rokok lalu menghinggap lagi. Perjumpaan keinginan dan momentum. Selalu ada alasan untuk coba-coba ketika berhenti tidak dengan tekad yang bulat. Masih berpikir berhenti setengah-tengah. Butuh kekuatan lebih dan ekstra. Total. Butuh semangat baja dan tidak boleh pasrah untuk terjebak ingin kembali merokok kembali.
Saya berhenti merokok saat keadaan sedang normal. Bukan saat sedang sakit. Bukan saat sedang tidak cukup uang untuk membeli rokok. Inilah yang saya sebut sebagai kisah besar, dari saya yang hanya orang kecil. Berbagi kisah ini juga sangat penting dan strategis. Saya berharap bisa banyak orang lain yang bisa berhenti merokok. Kisah ini mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi agar semua orang bisa berhenti merokok.
Hingga saat ini, ada orang yang masih belum percaya saya bisa berhenti merokok. Terutama teman-teman saya yang mengetahui berapa rokok yang saya habiskan sehari-hari waktu itu. Tapi ada orang yang juga tidak percaya saya ini perokok. Ketika saya cerita merokok, sejumlah orang yang saya kenal setengah terperanjat. Batin mereka mungkin bertanya, apakah saya itu seorang perokok –atau seseorang yang pernah merokok? Mereka tambah terbelalak saat saya ceritakan bahwa pada satu babak kehidupan, dalam kisah saya, pernah menghabiskan rata-rata sampai lima hingga tujuh bungkus perhari. Entah berapa rupiah sudah saya habiskan untuk membakar rokok –sungguh sebuah harga yang tidak mungkin disesali dan dihitung-hitung kembali.
Inilah kisah tentang sebuah usaha berhasil untuk berhenti merokok. Sekali lagi, sebagai kisah besar, yang mudah-mudahan akan berdampak besar pada banyak orang yang selama ini merokok, perokok, dan sangat menikmatinya.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.