Apakah seseorang yang tega melakukan sesuatu yang buruk, selalu berwajah garang? Ternyata tidak. Orang-orang yang berwajah biasa saja, sering senyum kanan-kiri, kadangkala memperlihatkan sikap dan perilaku yang sebaliknya: tidak lembut. Bukan hendak ingin menciptakan standar. Perilaku seseorang sepertinya semakin sulit ditebak akhir-akhir ini.
Ada yang ironis. Orang yang bisa tersenyum untuk orang lain, bermuka manis bagi orang sekitar, kadangkala tidak demikian untuk orang-orang dekat. Orang yang tega memarahi anaknya secara berlebihan tanpa kesalahan, di depan orang lain bisa memperlihatkan wajah yang sebaliknya.
Bukankah berita banyak yang menggambarkan orang semakin mudah meledak-ledak. Hanya karena soal sepele, menimbulkan rasa marah yang berlebihan. Tidak sebanding dengan penyebab. Penyebab yang sepele, lalu ditumpahkan sebegitu rupa.
Akhir-akhir, ada beberapa kesan yang sepertinya sedang berubah dalam kehidupan kita. dalam waktu paling terakhir ini, kita menyaksikan bagaimana kejahatan dan kriminalitas dilakukan oleh orang-orang terkesan yang tidak seperti yang kita bayangkan dari dulu. Orang yang berwajah ramah ternyata bisa menjadi pembunuh. Orang tua sebagai pelindung tetapi mampu mencoba dan membunuh anaknya. Demikian juga sebaliknya, ada anak yang tega mencoba dan membunuh orang tuanya. Ada wanita muda mencoba membunuh mantan pacarnya. Padahal usianya baru remaja. Sepasang anak muda yang menghabisi temannya, bukan karena faktor harta, tetapi ada yang hanya seperti iseng-iseng saja.
Selebihnya ada anak-anak muda yang membawa dan mengonsumsi narkoba, bukan dari wajah angker. Kita menyaksikan mahasiswi yang ditangkap polisi karena menjadi pelaku pencurian sepeda motor di kampusnya. Atau wanita muda yang berhasil menipu korbannya dengan dalih usaha.
Dengan berbagai peristiwa dalam waktu terakhir tersebut, kesan bahwa kejahatan dan kriminal itu sesuatu menyeramkan, rasanya pelan-pelan terbantahkan. Pada kenyataannya, tidak semua kejahatan dan kriminal berwajah bengis, angker, dan menakutkan.
Tindakan kriminal adalah sesuatu yang melanggar hukum. Mereka yang melakukan kejahatan adalah yang secara yuridis melakukan tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan.
Lebih setengah abad, adanya anggapan bahwa mereka yang melakukan kejahatan dan tindak kriminal, mereka yang secara fisik bisa dideteksi. Seorang Kriminolog asal Italia, bernama Cesare Lombroso mengenalkan teori ini. Menurutnya, seseorang yang bersifat kriminal dapat diidentifikasi dengan memperhatikan fisik tubuhnya. Orang-orang yang memiliki ciri-ciri fisik ini, antara lain wajah asimetris, telinga besar, bibir besar, dagu seperti jatuh, hidung bengkok, tangan panjang, kulit keriput. Teori ini kemudian dipertajam oleh Kriminolog Italia lainnya, Johann Kaspas Avater. Dengan mengelola Sekolah Krimonologi di Italia, teori ras Lombroso dijalankan dengan sempurna.
Teori ini, secara tidak langsung juga dipercayai sebagian masyarakat Amerika dan Eropa. Di wilayah tertentu yang dominan jenis kulit tertentu, terlalu banyak dikorbankan atas nama kesan teori ini. Kejahatan yang terjadi dengan mudah dicari pelaku hanya berdasar asumsi. Apa yang disebut dengan salah tangkap, setidaknya hingga tahun 1980-an, jamak terjadi di negara-negara itu.
Dalam banyak laporan riset kriminal diungkapkan, bahwa waktu itu, penegak hukum tidak perlu jauh-jauh mencari pelaku kriminal. Di suatu wilayah yang dipenuhi jenis kulit tertentu, menjadi sarang paling banyak dijadikan sasaran sebagai tempat mencari para tersangka kriminal. Dunia lalu tersentak, ketika akhir-akhir ini berbagai fenomena mematahkan kesimpulan demikian.
Ketika menyaksikan rentetan kejahatan di negara kita, fenomena tidak terduga muncul dari orang yang sering juga tidak terduga. Orang yang dari wajah tidak mungkin membunuh, ogah melakukan korupsi, jauh dari manipulasi, kenyataan sebaliknya, ternyata mereka bisa membunuh, familiar dengan perilaku korup, dan nyaman dengan manipulasi.