Berinteraksi dengan para panglima laot, sebenarnya juga sama dengan yang lain. Seperti bertemu dan berinteraksi dengan teman yang sudah kita kenal. Ada saatnya kami membahas hal yang serius. Tapi tidak jarang, di sela-sela tertentu, kami bercanda bersama. Malah pada waktu tertentu, kami ditelepon dan diajak bertemu, tujuannya hanya untuk merasakan kopi bersama. Sesederhana itu pengalaman kami selama ini. Sebagai salah satu dari banyak orang yang menaruh perhatian bagi dunia pesisir dan adat laot, interaksi ini mesti terus dilakukan. Interaksi dalam menjadi wujud dari proses tukar menukar informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat digunakan bagi penguatan masing-masing.
Saya pernah membantu pada bidang penguatan penelitian dan pengembangan lembaga adat laot. Pada waktu itu, kami membantu menuliskan apa yang menjadi pegangan para tokoh adat selama ini. Berbagai aturan yang idealnya tidak tertulis, kami catat dan rekam dalam berbagai publikasi untuk memudahkan pihak lain memahami apa yang diatur dalam hukom adat laot itu. Proses ini tentu tidak mudah. Semua tim harus bergerak dan terlibat. Proses wawancara dan perekaman harus dilakukan berulang-ulang agar tidak ada maksud yang keliru atau tidak tersampaikan dengan baik. Sejumlah buku kami terbitkan, dengan mencari lembaga yang berkenan memfasilitasi. Termasuk kami bantu para tokoh adat berbicara dalam sejumlah forum ilmiah terkait.
Ada satu catatan penting saat kami melaksanakan rencana strategis panglima laot: penguatan kelembagaan, salah satunya. Kami menyadari, agak berat ketika dalam lembaga ini dilaksanakan kegiatan yang butuh perhatian total semacam rencana strategis ini. Butuh waktu yang lama. Melibatkan banyak orang. Tentu bukan perkara mudah. Mengajak pada panglima laot duduk dan membahas segala persoalan dan ancangan kegiatan bagi lembaganya, membutuhkan usaha keras. Tidak mudah. Apalagi kebiasaan merokok dan sering tidak bisa fokus dalam waktu yang lama, menjadi kendala dalam kegiatan ini. Dengan mencoba pelan-pelan, ternyata bisa berjalan. Walau tidak begitu maksimal. Semua prosesnya kami catat dan terbitkan dalam buku khusus.
Untuk kegiatan ini, kami sangat terbantu dengan dua fasilitator yang membantu. Ada Ramadhana Lubis dan TAF Haikal, waktu itu sebagai aktivis yang sangat memahami bagaimana melakukan pendampingan terkait rencana strategis. Keduanya, kemudian aktif di partai politik. Saya berharap pengalaman mereka mendampingi berbagai lembaga, hendaknya dicatat dengan baik dan dibagikan sebagai pengetahuan penting. Hasil yang baik diperoleh tak lepas dari peran fasilitator ini. Hingga di ujung acara, berbagai hal yang memungkinkan dicatat bisa tersampaikan dari para tokoh adat.
Penguatan kelembagaan, pelibatan berbagai lingkaran dari para nelayan sangat penting dalam berusaha memberi pemahaman berbagai hal dari laut dan pesisir. Hal ini yang kemudian kami teruskan dengan mencoba berkomunikasi lebih dalam. Saat bersama para panglima laot, secara pribadi saya menyampaikan pentingnya anak-anak nelayan turut terlibat dalam dunia orang tua mereka. Saat iklan lama dimunculkan di televisi negara, sebelum televisi swasta mendominasi, mengucapkan terima kasih kepada para petani, saya membayangkan anak-anak nelayan juga akan berada dalam barisan ini. Tapi anak-anak berjalan lebih dewasa dari usianya. Kondisi ini bisa menjadi potensi, sekaligus berdampak tidak baik tidak tidak mampu dikelola dengan baik.
Kepada Panglima Laot Aceh Besar, Pawang Baharuddin, yang kemudian menjadi Ketua Harian Panglima Laot Aceh, beberapa kali kami diskusikan tentang konsep bagaimana anak-anak nelayan diajak untuk memahami berbagai hal dalam aktivitas orang tua mereka. Saya berharap, suatu saat, para anak-anak nelayan ini akan memiliki posisi penting dalam memahami berbagai hal yang dihadapi para orang tua mereka.