Orang Kecil

Apakah Anda berpikir bagaimana orang akan makan dengan uang yang dipegang sedikit? Di tempat yang tidak ada persediaan nasi yang sepadan dengan uang yang dimilikinya, apa yang harus dilakukan? Apakah semua penjual akan memberi cuma-cuma, …

Apakah Anda berpikir bagaimana orang akan makan dengan uang yang dipegang sedikit? Di tempat yang tidak ada persediaan nasi yang sepadan dengan uang yang dimilikinya, apa yang harus dilakukan? Apakah semua penjual akan memberi cuma-cuma, jika ada pelanggan datang meminta nasi satu bungkus dan berterus terang jumlah uang yang ia punya?

Banyak tempat yang tidak menyediakan pilihan. Pada posisi ini, bisa disebut tempat yang tidak humanis, terutama untuk mereka yang hidupnya di bawah standar. Dengan kebutuhan yang kian melambung, seseorang harus mengatur siasat bagaimana uang yang sedikit itu dikeluarkan untuk kebutuhan yang antre.

Sejumlah tempat ditawarkan alternatif oleh penjual. Makanan yang bisa dijangkau semua kalangan. Mereka yang bahkan hanya punya uang beberapa rupiah saja, sudah bisa mendapatkan makanan yang demikian, dengan sejumlah variannya.

Begitulah pengalaman saya. Di sejumlah tempat menemukan orang-orang yang menjual makanan dengan bungkus mini. Nasi kucing, salah satunya. Bukan karena namanya dengan memakai nama binatang. Ukuran makanan ini memang kecil. Mungil. Mungkin hanya cocok untuk seekor kucing –binatang kecil yang memiliki warna kuring alias belang. Loreng.

Sudah tiada terhitung saya makan nasi seukuran ini. Untuk porsi malam, mungkin dua bungkus nasi seukuran ini sudah memadai. Di kedai-kedai kecil, atau warung gerobak yang menyediakan nasi jenis ini, biasanya juga menyediakan makanan kecil lain. Malah tersedia berbagai jenis minuman.

Banyak di antara penjual ini hanya menjual saja. Sementara yang memproduksi nasi bungkus berukuran kecil ini, adalah orang lain. Dijual per bungkus sekitar Rp1.200 hingga Rp2.000. Saya membayangkan, betapa produsen yang kreatif, akan mampu menghabiskan hingga ribuan bungkus per hari.

Tentu, orang yang menyediakan nasi ini, melebihi persediaan warung besar. Ada ratusan gerobak di berbagai sudut. Dengan berbagai tipe dan gaya. Ada varian makanan dan minuman. Seandainya orang yang menyediakan ini, mampu menyediakan 50 bungkus saja di 100 gerobak saja, maka ada 5.000 bungkus. Dengan harga Rp1.000 saja, maka ada Rp5 juta dalam sehari. Luar biasa perputaran uang di gerobak rakyat kecil.

Masalahnya adalah walau di gerobak kecil, ternyata dimainkan juga oleh orang-orang yang tidak kecil. Ada banyak orang yang sebenarnya berwajah orang besar, namun bermain di arena orang kecil. Orang-orang kecil yang pada akhirnya juga sulit untuk keluar dari statusnya sebagai orang kecil.

Di luar persoalan itu, sesungguhnya ada yang manusiawi. Orang kecil juga bisa mendapat pengampuan orang besar, walau dengan tujuan berbeda. Selain itu, sekecil apapun bungkusan makanan, dengan harga semurah itu, orang-orang yang mau makan, terutama orang miskin tetap memiliki pilihan. Paling tidak, ia bisa makan dengan pilihan harga murah itu. Nyatanya yang makan nasi ini tidak saja orang kecil. Banyak orang-orang bermobil juga makan nasi bungkus ini. Jadi harga yang murah, tidak selalu berarti hanya dikonsumsi orang kecil. Namun orang kecil dengan kemampuannya, memiliki pilihan untuk makan. Walau hanya memakan sebungkus dua, mereka bisa mengganjal perut dengan nasi.

Berbeda dengan daerah kita yang kaya. Nasi-nasi yang berharga di bawah Rp2.000, tidak ada lagi. Bagaimana orang bisa makan, ketika seseorang tidak memiliki cukup uang. Ini yang terjadi. Kawasan bermartabat mulia yang ternyata kurang ramah dengan manusia strata bawah. Dengan level tingginya nilai uang, orang miskin sepertinya tidak bisa survive hidup di kawasan kita.

Ada perbedaan. Di tempat orang, walau dengan makanan seadanya, orang bisa makan. Sedang di tempat kita, makan saja tidak bisa sederhana. Tidak ada tempat murah yang bisa membuat semua orang –termasuk orang kecil—bisa makan semampunya. Untuk hal ini, percaya atau tidak, urusan masing-masing.

Tegasnya, bukan karena kecilnya, melainkan pada pilihan yang tersedia. Orang-orang secara kreatif berusaha untuk memberi pilihan itu untuk orang kecil, walau yang menyediakan pilihan itu belum tentu orang kecil.

Leave a Comment