Persiapan

Orang yang berbicara masa depan, selalu menyentuh tentang bagaimana persiapan diri yang dilakukan. Apa Anda merasakan bagaimana gelisahnya para orang tua yang ingin anaknya mencapai target sebagaimana yang diinginkan? Tidak jarang, para orang tua memaksakan …

Orang yang berbicara masa depan, selalu menyentuh tentang bagaimana persiapan diri yang dilakukan. Apa Anda merasakan bagaimana gelisahnya para orang tua yang ingin anaknya mencapai target sebagaimana yang diinginkan? Tidak jarang, para orang tua memaksakan kehendak untuk mencapai target tertentu. Misalnya seorang anak diinginkan sekolah tertentu agar mencapai profesi tertentu yang diinginkan orang tuanya.

Masalah persiapan dibayangkan sebagai hal yang sangat serius. Masa depan hidup di dunia, sekiranya seseorang memiliki usia yang panjang. Pertanyaan bisa dimulai dari akhir, bagaimana kalau seseorang yang ingin dipersiapkan, ternyata usianya lebih pendek?

Sebelum bercerita tentang itu, saya ingin mengulas apa yang pernah saya saksikan. Ada satu tayangan menarik suatu kali. Talkshow yang membahas tentang pengaturan keuangan dan investasi. Pengisi acara itu adalah seorang anak muda, yang penampilannya juga sangat muda. Biasalah, ada orang yang berbeda dari usianya. Pada waktu tertentu, kadang kita melihat ada anak muda yang berpenampilan sangat dewasa. Dan bisa jadi, anak orang tua yang di waktu tertentu, kita melihatnya bisa berpenampilan sebaliknya, anak muda atau bahkan remaja. Akan tetapi anak muda ini, tidak demikian. Ia berpenampilan sebagaimana usianya. Ada satu hal yang membuat ia berposisi lebih, pada kecakapannya membahas posisi investasi dalam hal pengaturan keuangan. Ia sangat fasih bercerita mengapa seseorang itu harus mengatur keuangannya. Satu hal penting adalah, karena kita tak tahu tentang apa yang akan terjadi pada diri kita.

Ada satu kelemahan dia yang tidak ia duga akan muncul pertanyaan dalam talkshow itu, yakni mengapa ia tidak berbicara dengan investasi akhirat? Bukankah ketika ia menyadari bahwa sesuatu bisa terjadi pada kita secara tiba-tiba, maka ada sesuatu yang lain berkemungkinan terjadi pada setiap manusia. Sesuatu yang datang tiba-tiba itu adalah mati, dan orang yang karena tidak bisa menduga kapan ia akan mati, menjadi penting mempersiapkan segala sesuatunya. Nah hal yang akan dipersiapkan itu umumnya sangat duniawi. Kebutuhan ketika seseorang dunia.

Ada yang seharusnya dipikirkan lebih tajam. Ketika ia di satu pihak menyebutkan investasi di satu pihak mempersiapkan pendanaan untuk hidup ketika usia kita sudah tidak produktif, di pihak lain ia juga menyebut sewaktu-waktu manusia akan mencapai titik akhir hidupnya, maka seharusnya persiapan masa depan itu dua-duanya harus dipikirkan. Ia harus memikirkan masa depan ketika masa tua yang sudah tidak produktif, juga menjawab kebutuhan bagaimana jika sewaktu-waktu manusia memang sudah mencapai titik akhir hidupnya di dunia. pada pilihan yang kedua inilah yang tidak dipersiapkan jawabannya. Jawaban yang akan membuat seseorang juga memiliki kesiapan menikmati hasil investasi pada masa depan.

Untuk investasi dunia, jumlahnya bisa diukur dengan tepat. Orang yang memiliki pendapatan dengan jumlah tertentu, idealnya ia memikirkan kebutuhan cicilan jangka panjang, termasuk berbagai kebutuhan kesehatan dan pendidikan. Ia juga tidak boleh melupakan adanya kebutuhan bulanan untuk diri dan keluarganya. Hal yang lebih penting, kebutuhan rekreasi, yang wujudnya bisa apa saja. Rekreasi yang disebut terakhir, sebagian orang bisa menghabiskannya di toko buku, ada yang kebiasaan di mall, dan ada yang harus ke tempat yang memiliki pemandangan yang indah dan segar.

Begitulah mudahnya memperhitungkan secara tepat kebutuhan investasi kita selama hidup di dunia. Pertanyaan ketika anak muda tadi menyebutkan bahwa manusia, sewaktu-waktu, baik ketika masih muda atau sudah tua, hingga tiba waktunya, maka persiapan apa yang dilakukan untuk hal ini. Banyak orang yang tidak memandang pentingnya berinvestasi untuk kehidupan akhirat. Padahal kehidupan tersebut merupakan terminal yang sesungguhnya.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment