Pesan kebaikan

Saya pernah merasa terganggu, saat menerima kiriman pesan-pesan pendek dari teman, yang mengajak kepada kebaikan. Dalam hati kecil, sering berbisik, untuk apa teman mengirim sesuatu yang sudah kita tahu. Informasi yang tidak kita gugat substansi, …

Saya pernah merasa terganggu, saat menerima kiriman pesan-pesan pendek dari teman, yang mengajak kepada kebaikan. Dalam hati kecil, sering berbisik, untuk apa teman mengirim sesuatu yang sudah kita tahu. Informasi yang tidak kita gugat substansi, namun kita tidak suka jika itu dikirimi oleh orang lain.

Akhir-akhir ini saya merasa pesan semacam itu sangat penting untuk selalu mengingat. Orang melakukan sesuatu kemungkaran, bukan disebabkan karena ia tidak tahu bahwa itu tidak boleh. Tetapi sering karena tidak berdaya untuk tidak melakukannya. Godaan untuk melakukan jauh lebih besar dari ajakan untuk meninggalkan.

Bagi saya, itulah alasan pentingnya ajakan-ajakan semacam ini disahuti banyak orang. Pesan-pesan yang membawa ajakan kepada jalan baik dan penuh kemuliaan. Pesan yang mengandung ingatan agar kita selalu berada di dalam jalur yang benar.

Satu sahabat saya sangat penting tentang ini. Pertemuan dengan sahabat yang satu ini, sama sekali tidak terduga. Mungkin hampir 10 tahun kami tidak berjumpa. Terakhir, akhir tahun 2003, sebelum saya merantau, saya sempat menjenguknya di penjara. Waktu itu, ia dikaitkan dengan satu kasus politik. Sehabis itu, kami tidak pernah berjumpa lagi.

Wajahnya waktu itu kuyu, semangatnya seperti hilang. Tak ada senyuman. Ia memeluk saya agak lama. Katanya sangat singkat waktu itu: Teungku Sulaiman, Anda orang ketiga yang ke mari, tidak ada yang lain. Alhamdulillah, jawab saya.

Saya memiliki nomor telepon genggamnya, waktu itu. Tetapi tidak pernah saya telepon. Saya juga tidak pernah dihubungi oleh siapa pun, dengan nomor itu, terutama ketika ia mendekam di sana.

Dari teman yang lain, saya mendengar kabar yang tidak enak. Setelah keluar dari penjara, fisiknya melemah.

Dalam kondisi demikian, ia selamat dari terjangan tsunami. Tidak berapa lama, ia mengirim pesan melalui seorang teman, bahwa ia akan menikah. Ia mengundang saya untuk datang. Waktu itu, saya di luar daerah, sehingga tidak bisa menghadiri hajat pentingnya. Ia menikah dengan seorang guru –yang tentu sangat menyayanginya.

Kehidupan sedang berputar. Sahabat saya itu seorang yang tampan, tiba-tiba tertimpa kasus tertentu, hidupnya berubah. Calon istri yang menerimanya apa adanya, menampakkan bahwa kehidupan tidak selalu hitam-putih. Sahabat saya itu kemudian dicoba Pencipta dengan satu penyakit. Orang sekeliling menyaksikan bagaimana istrinya menjadi obat yang luar biasa. Ia mencari berbagai obat, selain ia sendiri menjadi obat bagi suaminya.

Suatu pagi, saat hujan, saya tidak membawa motor. Ketika pulang ke rumah dari kampus, naik labi-labi –angkutan kota, seseorang mengantarnya untuk duduk di bagian dekat pintu angkutan kota yang sama.

Assalamu’alaikum! Saya menyapanya. Pinggir matanya sudah mulai keriput. Ia memandang sejenak. Saya paham, loading sudah mulai lama. Astaghfirullah. Jawabnya singkat, wa’alaikum salam. Saya memeluknya. Subhanallah. Skenario Allah mempertemukan kami di sini.

Kami, lalu, saling bercerita. Karena tinggal di ujung kampung, tempat angkutan kota terakhir mengantar, membuat waktu kami untuk berbincang-bincang agak lama. Kami saling bertukar nomor telepon. Saya mengenalnya sebagai orang yang sering mengirim pesan-pesan kehidupan kepada saya.

Kini, setelah sekian lama, ternyata semangatnya tidak berubah. Setiap hari, saya dikirimi pesan-pesan yang luar biasa. Saya jarang mendapatkan pesan seperti ini dari teman yang lain, secara konsisten. Pesan-pesan ini seperti kopi pagi yang menghangatkan tubuh. Mendapatkannya seperti setitik air di padang pasir yang gerah.

Tidak semua teman mau mengirimkan pesan-pesan mulia tentang kehidupan, secara konsisten. Mengeluarkan modal untuk itu –walau jumlahnya tidak seberapa. Ia dengan konsisten melakukannya.

Sering saya lupa mengucapkan sebarang terima kasih.

Leave a Comment